Surabaya (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan membantah pihaknya ada sengketa dengan Komisi Yudisial (KY) dalam masalah kewenangan penentuan hakim agung.
"Tak ada sengketa itu, apanya yang tumpang tindih, karena UU `kan yang mengatur," katanya di Surabaya, Kamis sore, ketika dikonfirmasi tentang sengketa MA-KY yang kini ditangani Mahkamah Konstituti (MK).
Ia mengemukakan hal itu usai berbicara dalam Lokakarya Nasional tentang "Perkembangan Sistem Hukum Nasional Pasca Perubahan UUD 1945", yang dibuka ketua MK Prof Dr H Jimly Asshiddiqie SH.
Menurut Bagir, pihaknya tak mempersoalkan KY melakukan rekruitmen hakim agung, karena memang ada hakim agung yang pensiun dan hal itu juga untuk menutupi kekurangan hakim agung yang berjumlah 51 orang.
"Sampai Januari 2007, hakim agung yang ada akan berkurang enam orang, karena itu saya kira boleh MA menyusun daftar calon, pemerintah juga menyusun, atau orang lain mendaftar langsung," tuturnya.
Ia menyatakan, dirinya hanya menyarankan agar hakim agung yang mendaftarkan diri ke KY hendaknya melalui MA untuk disiplin dalam berorganisasi.
"Kalau pemerintah bisa mencalonkan langsung ke KY, kalau non-hakim juga silahkan langsung ke KY, karena hakim non-karier `kan bisa langsung, seperti saya `kan hakim karier," ujarnya.
Ditanya tentang sidang lanjutan MK untuk memutuskan sengketa kewenangan antara MA dengan KY pada 2 Mei mendatang, ia menyatakan, hal itu merupakan urusan MK dalam melakukan
judicial review.
"Kalau saya hadir di sini, saya tidak berbicara soal itu. Tapi saya berbicara ilmiah," ucapnya ketika ditanya tentang netralitas MK yang mengundang MA dalam lokakarya nasional itu, tanpa mengundang KY.
Mengenai pemilihan ketua MA periode 2006-2011 pada 2 Mei mendatang, Bagir Manan yang masa pensiunnya diperpanjang hingga 2008 itu mengemukakan, hal itu sudah ada sistem penjaringan tersendiri tanpa proses pencalonan.
"Untuk itu, tak ada sistem pencalonan. Kita silahkan masing-masing dari 48 hakim agung yang ada untuk memilih/menulis orang yang mereka kehendaki, karena setiap hakim agung memang berhak memimpin MA," paparnya.
Ia mengaku, kriteria ketua MA sudah ada dalam dokumen atau "blue print" MA, sehingga tak perlu ada kriteria tertentu dan penyampaian visi/misi, kecuali mengikuti tata tertib (tatib) yang ada.
Secara terpisah, ketua MK Prof Dr H Jimly Asshiddiqie SH ketika dikonfirmasi hal yang sama mengaku, tidak mau berbicara soal itu, karena nanti dianggap intervensi.
"Saya tidak mau bicara soal itu, karena nanti dianggap intervensi. Tunggu saja nanti tanggal 2 Mei `kan ada sidang lanjutan soal itu (sengketa kewenangan penentuan hakim agung antara MA dengan KY)," katanya.
Lokakarya tiga hari (27-29 April) yang digelar Pusat Studi Kajian Konstituti FH Unair Surabaya, Forum Kajian Konstitusi Universitas Surabaya (Ubaya), dan Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur itu diikuti 100 pakar hukum.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006