Sarajevo (ANTARA News) - Majelis rendah parlemen pusat Bosnia, Rabu, menolak reformasi konstitusionil dukungan AS yang bertujuan memperkokoh pemerintah pusat dan membantu akses ke Uni Eropa (EU) dan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Rancangan undang-undang untuk memperbaiki sistem pemerintah etnik yang rumit yang dibentuk berdasarkan perjanjian perdamaian Dayton yang mengakhiri perang Bosnia tahun 1992-1995 itu, didukung 26 dari 42 anggota parlemen, kurang dua suara dari mayoritas dua pertiga.
"Atas nama pemerintah AS, saya ingin menyatakan kekecewaan saya pada rakyat Bosnia-Herzegovina malam ini," kata Douglas McElhaney, dubes AS untuk Bosnia yang menengahi perundingan reformasi itu, setelah pemungutan suara tersebut, yang mengakhiri sidang dua hari.
Reformasi itu bertujuan untuk memungkinkan rakyat Bosnia memerintah negara mereka lebih efektif sementara masyarakat internasional bersiap-siap untuk mengurangi keterlibatan sepuluh tahun mereka di Bosnia.
Bosnia telah sepakat untuk menyatukan angkatan bersenjata mereka, polisi dan administrasi pajak tidak langsung dalam dua tahun terahir ini dan reformasi itu akan memperluas dan memperkuat kabinet dan parlemen pusat.
Rencana untuk mengalihkan beberapa kekuasaan dari dua wilayah otonomi--federasi Muslim-Kroasia dan Republik Serbia untuk memperkokoh dan mengefisienkan pemerintah pusat itu disepakati Maret lalu setelah perundingan selama beberapa bulan antara tujuh partai politik utama.
Tapi partai utama Kroasia , Uni Demokratik Kroasia (HDZ), salah satu dari para penandatangan kesepakatan Maret itu, kehilangsn empat dari lima wakilnya dalam dewan itu dengan satu kelompok sempalan yang menentang sebagian perjanjian itu.
Kelompok itu mengatakan rencana tersebut mempertahankan diskriminasi terhadap etnik Kroasia, paling kecil dari tiga kelompok etnik, dan akan memungkinkan kelompok Muslim untuk mengalahkan mereka dalam pemilihan di majelis rendah parlemen.
Kelompok lain yang menentang reformasi itu, terutama anggota parlemen dari Muslim, mengecam perobahan itu tidak cukup untuk menyingkirkan hambatan etnik yang tetap abadi dalam perjanjian perdamaian itu.
Menlu Mladen Ivanic, dari etnik Serbia, mengatakan "ini adalah usaha besar terakhir masyarakat internasional untuk membantu kita memperbaiki segala sesuatu", Reuters melaporkan.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006