Jakarta (ANTARA) - Peneliti melalui sebuah studi baru dalam jurnal Addiction menemukan, makanan ultra proses bukan hanya tidak sehat, tetapi juga dapat dianggap adiktif seperti halnya tembakau.
Makanan ini seperti disiarkan Medical Daily pekan lalu, meski seringkali sangat enak, tetapi cenderung mengandung bahan tambahan dalam jumlah berlebihan seperti natrium, gula, dan lemak jenuh.
Beberapa contohnya seperti minuman manis, sereal sarapan manis, produk daging seperti hot dog, sup instan, dan produk pasta kotak.
Untuk keperluan studi, para peneliti mensyaratkan empat kriteria makanan yakni penggunaan terkontrol atau kompulsif sehingga membuat pengguna merasa sulit untuk berhenti, memiliki dampak psikoaktif pada otak, perilaku yang diperkuat, dan adanya dorongan atau hasrat yang kuat.
Keempat kriteria ini digunakan pada tahun 1988 untuk menetapkan tembakau bersifat adiktif, kata peneliti dari University of Michigan (U-M). Melalui studi baru, dengan menggunakan standar yang sama, para peneliti menemukan bukti makanan ultra proses mungkin juga demikian.
"Makanan olahan memenuhi setiap kriteria ini," kata penulis utama studi Ashley Gearhardt.
Menurut peneliti, jika sains mendukung makanan ultra proses bukan hanya tidak sehat, tetapi juga membuat ketagihan, maka ini menantang pernyataan bahwa asupan makanan ini yang berlebihan murni masalah pilihan.
Kemudian, tidak seperti merokok, semua orang perlu makan, sehingga menjadikannya masalah yang lebih penting. Selain itu, anak-anak dikatakan sebagai target utama dari iklan produk semacam itu.
Jadi, temuan semacam itu dapat membantu meningkatkan pengawasan praktik industri dalam pengembangan dan pemasaran makanan ultra proses khususnya untuk anak-anak.
"Sudah waktunya untuk berhenti berpikir tentang makanan olahan hanya sebagai makanan, tetapi sebagai zat yang dapat membuat ketagihan," ujar penulis studi Alexandra DiFeliceantonio.
Baca juga: 10 finalis kompetisi inovasi produk "Healthypreneur 2022" diumumkan
Baca juga: Perkenalkan variasi makanan sehat sejak kecil bermanfaat seumur hidup
Baca juga: Minimnya akses makanan sehat tingkatkan kematian akibat gagal jantung
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022