Jakarta (ANTARA News) - Isu mengenai penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan damai menjadi salah satu pokok bahasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke lima Negara-Negara berkembang Delapan (D-8) di Bali, 9-13 Mei 2006. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Direktur Jenderal Multilateral Departemen Luar Negeri (Deplu) Mochamad S Hidayat di Gedung Deplu Jakarta, Rabu. Menurut dia, satu alinea dalam draf kerja sama yang diusulkan oleh Pemerintah Indonesia menyebutkan mengenai penggunaan energi nuklir untuk kepentingan damai. "Penggunaan nuklir untuk pepentingan damai terutama untuk pasokan energi. Jadi hal itu ada di draf energi," katanya. Dia mengatakan, pertimbangan untuk membahas mengenai hal itu berawal dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sangat tinggi beberapa waktu terakhir sehingga diperlukan energi alternatif untuk mengatasi defisit sumber energi. "Memang sudah ada energi alternatif seperti biofuel atau biodiesel tetapi nuklir juga merupakan salah satu energi alternatif yang terbilang murah," katanya. D-8 adalah kelompok negara berkembang yang terdiri atas Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki. Organisasi D-8 dibentuk pada Juni 1997 dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan antar negara anggota. Pembahasan mengenai isu nuklir cukup menarik perhatian mengingat salah satu anggota D-8 yaitu Iran tengah memiliki masalah dengan sejumlah negara mengenai energi nuklir yang dikembangkannya. Pada Senin (24/4) sebagaimana dikutip dari AFP, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menolak seruan Dewan Keamanan Bangsa-Bangsa agar Republik Islam itu menghentikan kegiatan nuklirnya pada akhir pekan ini. "Mereka seharusnya jangan berpikir dapat memperoleh keputusan salah dengan bantuan Dewan Keamanan. Ubah keputusan Anda dan kita duduk dan bicara," katanya pada temu pers beberapa hari menjelang tenggat Jumat dari Dewan Keamanan bagi Iran untuk menghentikan pengayaan urnaiumnya. "Dewan Keamanan harus bertindak dalam kerangka hukum, jangan mau ditekan beberapa negara dan mengatakan `kami tidak mau Iran punya teknologi nuklir`," katanya. "Tidak benar bahwa apa pun hasil mereka kami ikuti," tambahnya. Saat ditanya kemungkinan perangsang dapat membekukan kegiatan nuklir Iran, ia menjawab, "Kami tidak menginginkan apa pun. Biarkan rakyat Iran menjalani hidupnya." Sementara itu setelah sempat tertunda beberapa tahun, Indonesia berniat memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2017.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006