Surabaya (ANTARA) - Kepala Pusat Kajian Kebijakan Publik Bisnis dan Industri (PKKPBI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Arman Hakim Nasution menilai peran energi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih besar.

"Keberadaan energi masih menjadi penentu dalam kinerja ekonomi suatu negara. Di Indonesia, konsumsi energi secara keseluruhan masih terus mengalami kenaikan dengan rata-rata sebesar 5,6 persen per tahun," kata Arman Hakim Nasution saat paparan "Energy & Industry Outlook 2023" yang digelar oleh Pertamina Patra Niaga di Surabaya, Kamis.

Dengan pertumbuhan tersebut, lanjut dia, maka di tahun 2030, diperkirakan konsumsi energi bagi industri mencapai 49 persen, disusul transportasi sebesar 29 persen, Rumah Tangga 15 persen dan komersial sebesar 4 persen.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, maka peran energi bagi pertumbuhan ekonomi sangatlah penting, karena konsumsi energi dalam struktur industri ada pada angka kumulatif 50-60 persen.

Pentingnya energi dalam menggerakkan ekonomi sebuah negara juga bisa dilihat dari kondisi sejumlah negara di Eropa yang saat ini mengalami kemunduran.

"Jerman, yang dulunya industrinya adalah green industry dan sistemnya sudah 4.0. Tetapi karena ada masalah energi, maka saat ini Jerman atau Eropa menuju kemunduran karena harus menggunakan energi kotor lagi, menggunakan batu bara," kata dia.

Agar suplai energi tetap stabil dan tidak mengalami kekurangan, kata Arman, maka harus ada transformasi energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) di sejumlah sektor yang mungkinkan, salah satunya di rumah tangga.

Dari sisi transportasi, Manager Science Techno Park (STP) Otomotif ITS Bambang Sudarmanto mengatakan, kenaikan konsumsi energinya adalah yang terbesar. Di tahun 2021, kenaikan konsumsi energi untuk sektor transportasi mencapai 2,91 persen, disusul industri sebesar 1,85 persen, Rumah Tangga sebesar 0,91 persen dak komersial sebesar 0,26 persen.

"Tingginya kenaikan konsumsi ini disebabkan oleh naiknya jumlah pengguna kendaraan, khususnya motor dan skuter. Dari tahun 2008-2015, kenaikan jumlah motor ran skuter mencapai dua kali lipat, dari 52 miliar unit motor menjadi 105 miliar motor. Tetapi penggunaan EBT di sektor transportasi ini masih sangat minim dan perlu ditingkatkan," kata dia.

Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Marketing Region Jatimbalinus Deden Mochammad Idhani membenarkan, bahwa konsumsi energi di tahun depan akan kembali mengalami kenaikan karena kegiatan masyarakat dan industri besar dan kecil sudah mulai bergerak normal.

"Kegiatan masyarakat dan industri besar dan kecil sudah mulai bergerak normal sehingga tahun 2023 otomatis memerlukan energi yang lebih besar. Oleh karena itu, salah satu kuncinya adalah kolaborasi semua elemen bangsa ini untuk hadapi tantangan 2023," ujar Deden.

Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha menambahkan, dukungan utamanya diperlukan untuk program transformasi energi dari energi fosil ke EBT karena Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan sangat besar.

"Kita punya potensi besar tetapi belum termanfaatkan secara utuh," kata dia.

Mantan anggota DPR RI tersebut menjelaskan, potensi Energi Terbarukan Indonesia mencapai 417,8 Giga Watt (GW). Sedangkan yang termanfaatkan hingga saat ini hanya sebesar 2,77 persen atau sekitar 11,6 GW. Dengan perincian energi ombak memiliki potensi 17,9 GW, geothermal sebesar 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air atau hydro 75 GW dan energi solar atau matahari memiliki potensi sebesar 207,8 GW.

"Oleh karena itu, harus ada percepatan pengembangan EBT, di antaranya adalah dengan mengembangkan kendaraan listrik dan batrai hidrogen. Transformasi EBT juga harus mendapat dukungan penuh dan kesepakatan dari pemerintah daerah," kata dia.

Baca juga: Luhut: Investasi 20 miliar dolar AS wujudkan ekonomi berkelanjutan

Baca juga: Krisdaren kondisi nasional ditetapkan jika fungsi ekonomi terganggu

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022