“Intinya, Pak Kapolri harus memerintahkan untuk diusut tuntas. Sanksi hukum semuanya, ada sanksi hukum, ada sanksi pidana, siapapun yang terlibat. Apalagi anggota Polri, kena kode etik dan juga kena pidana,” kata Ito saat dikonfirmasi di Jakarta, Kam

Jakarta (ANTARA) - Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi Djunisanyoto menyebutkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mengusut secara pidana dugaan uang koordinasi kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur yang beredar melalui video pengakuan Ismail Bolong.

“Intinya, Pak Kapolri harus memerintahkan untuk diusut tuntas. Sanksi hukum semuanya, ada sanksi hukum, ada sanksi pidana, siapapun yang terlibat. Apalagi anggota Polri, kena kode etik dan juga kena pidana,” kata Ito saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Menurut Ito, kasus dugaan tambang ilegal Ismail Bolong bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan atau diproses secara hukum pidana.

“Sangat bisa, ini kan penyelidikan,” kata dia.

Karena, kata dia, dugaan dana koordinasi tambang ilegal Ismail Bolong itu diperkuat dengan beredarnya laporan hasil penyelidikan (LHP) yang tertera kop surat Divisi Profesi dan Pegamanan (Div Propam), di mana penyelidikan dimulai Februari dan dirampungkan April 2022.

“Kalau penyelidikan kan merupakan suatu informasi kemudian didalami, diperiksa orang-orang yang terlibat di sana. Kalau memang betul terbukti, itu akan menjadi fakta. Fakta menjadi penyidikan. Jadi masuknya ke ranah hukum, jelas hukum pidana,” katanya menerangkan.

Kasus ini berawal dari beredarnya video pengakuan Aiptu (Purn) Ismail Bolong, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda, Kalimantan Timur yang mengaku memberikan uang koordinasi kepada Kabareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto.

Tak lama setelah video pertama beredar awal November lalu, video Ismail Bolong kembali beredar di media sosial berisi bantahan atau klarifikasi bahwa tidak pernah memberikan uang koordinasi kepada Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto, sekaligus meminta maaf, karena video pertama dibuat atas tekanan dari Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar itu menyebutkan, mudah untuk membuktikan video pengakuan Ismail Bolong memberikan uang kepada Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto benar atau tidak.

Dalam video pengakuan itu, kata Ito, Ismail Bolong mengaku memberikan uang langsung ke ruangan Kabareskrim. Hal ini bisa dilihat dari rekaman kamera CCTV.

“Kalau dia langsung menghadap ke Pak Agus, saya sendiri tidak mengatakan itu tidak mungkin, tetapi kemungkinan itu agak kecil,” katanya.

Namun, lanjut dia, hal itu bisa dibuktikan dengan mencocokkan keterangan Ismail Bolong menyerahkan uang tersebut pada hari apa, jam berapa bulan berada, dan di mana. Semua bisa dicek melalui rekaman CCTV yang ada di Bareskrim Polri.

“Karena gampang banget, waktu ketemu itu kapan, jam berapa dan di mana, kan ada CCTV. liat saja CCTV itu, kan Februari itu Ismail Bolong. Lihat saja di sana tanggal berapa, jam berapa ada CCTV, periksa saja,” ungkapnya.

Jika hal itu tidak terbukti, lanjut Ito, maka Ismail Bolong dapat dituntut secara hukum karena melakukan fitnah terhadap Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto, menyebarkan berita bohong dan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 310, Pasal 332 KUHP serta UU ITE.

“Saya tuntut dia. Pertanyaan saya, kalau dia (Ismail Bolong) tidak dituntut, kan pertanyaan ada apa, kenapa dan ada apa? Kalau saya tidak terbukti, saya tidak merasa saya tuntut Ismail Bolongnya. Itu pelanggaran hukum,” ujarnya.

Ia menyebutkan Ismail Bolong dapat dipidana dengan UU Pidana dan UU ITE dengan barang bukti video rekaman yang mengaku memberikan uang senilai Rp6 miliar kepada Kabareskrim sebanyak tiga kali, masing-masing Rp2 miliar.

Untuk menghilangkan keraguan dan tanda tanya di masyarakat, Ito menyarankan Kapolri untuk menindaklanjuti isu dugaan tambang ilegal yang disampaikan Ismail Bolong harus diusut tuntas.

“Kalau saya pribadi misalnya, saya Pak Kabareskrim yang betul-betul tidak menerima, saya tuntut itu si Ismail. Jadi publik tidak bertanya-tanya lagi kasusnya seperti apa, nanti ada suara yang disembunyikan,” kata Ito.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022