Pontianak (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) tidak akan melakukan intervensi meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus mengalami penguatan hingga menembus level Rp8.000 per dolar AS. "Indonesia menganut sistem nilai tukar mata uang bebas sehingga BI tidak melakukan intervensi supaya rupiah terus menguat atau melemah," kata Ryan Rizaldy, peneliti ekonomi muda Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Kantor Pusat BI, di Pontianak, Rabu. Ia menambahkan, penguatan rupiah saat ini cenderung disebabkan banyaknya aliran dana yang masuk dari luar negeri mengingat suku bunga perbankan yang cukup tinggi. "Suku bunga perbankan nasional yang tinggi ini masih memberi keuntungan bagi yang ingin menyimpan uangnya dalam rupiah di Indonesia," katanya. Peneliti Ekonomi Biro Riset Ekonomi BI, AV Hardiyanto menambahkan, meski rupiah terus menguat, BI juga belum memiliki rencana untuk mempercepat penurunan suku bunga BI yang saat ini berada di level 12,75 persen. "Mungkin sampai pertengahan Juli tahun ini akan dievaluasi kembali nilai BI Rate tersebut," katanya. Sementara mengenai pengaruh global seperti harga minyak mentah di pasar dunia yang mencapai 75 dolar AS per barel terhadap inflasi di Indonesia, Ryan mengatakan, hal itu belum dirasakan karena penguatan rupiah atas dolar AS. "Inflasi tertolong oleh menguatnya rupiah atas dolar AS meski 50 hingga 55 persen produk manufaktur Indonesia masih impor," kata Ryan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Rabu pagi (pkl 09.20 WIB) merosot 35 poin menjadi Rp8.840/8.850 per dolar AS setelah sehari sebelumnya ditutup di level Rp8.805/8.812. Pelemahan rupiah ini karena pelaku pasar cenderung melepas rupiah untuk mengambil untung serta adanya kekhawatiran aksi massa besar-besaran pada hari buruh internasional tanggal 1 Mei. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006