intervensi spesifik dan sensitif harus terus dilakukan secara terintegrasi untuk memutus "lingkaran setan" penyebab stunting khususnya pada balita dari keluarga miskin itu.

Pekanbaru (ANTARA) - Sekretaris Utama BKKBN RI Tavip Agus Rayanto menawarkan para pemangku kepentingan bisa memilih intervensi dari tujuh paket manfaat untuk menurunkan prevalensi stunting termasuk di Riau yang saat ini mencapai 22,3 persen untuk diturunkan menjadi 14 persen tahun 2024.

"Ke-7 paket manfaat tersebut dapat dipilih oleh pemangku kepentingan, antara lain Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kelompok sasaran, Pembuatan akta kelahiran, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi catin, ibu hamil dan baduta," kata Tavip Agus Rayanto di Pekanbaru, Rabu.

Ia mengatakan itu di sela pengukuhan Ibu Hj. Misnarni Syamsuar dan Ibu Ketua TP PKK Kabupaten/ Kota, sebagai Bunda Asuh Anak Stunting di Ruang Serindit, Kota Pekanbaru, disaksikan Gubernur Riau Syamsuar dan pemangku kepentingan lainnya.

Sestama BKKBN menyebutkan, intervensi bantuan lainnya yang bisa dilakukan pemangku kepentingan adalah pembayaran iuran kesehatan dan fasilitasi rujukan, pemberdayaan ekonomi keluarga, bantuan jamban sehat dan air bersih dan bantuan lainnya.

Ia menyebutkan, bahwa penyaluran bantuan baik secara langsung ataupun melalui pihak ketiga dan pemangku kepentingan dapat memantau dampak pemberian paket asuhan melalui mekanisme pencatatan dan pelaporan yang disepakati antara pemangku kepentingan dan pihak ketiga melalui sistem surveilans rutin, kunjungan langsung ke kelompok sasaran dan atau mekanisme lainnya.

Sedangkan program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS), hadir untuk menyediakan platform kontribusi pemangku kepentingan untuk turut ambil bagian dalam percepatan penurunan stunting yang menyasar langsung kepada keluarga beresiko stunting dengan kelompok sasaran adalah catin (calon pengantin) , ibu hamil dan bayi berusia 0-23 bulan.

"Stunting menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan, stunting merupakan dampak dari kurangnya asupan nutrisi pada anak sejak dalam kandungan ibunya," katanya.

Untuk itu, kata Sestama intervensi spesifik dan sensitif harus terus dilakukan secara terintegrasi untuk memutus "lingkaran setan" penyebab stunting khususnya pada balita dari keluarga miskin itu.

Gubernur Riau Syamsuar mengatakan sesuai peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 tahun 2021, tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia, salah satu strategi yang dilakukan adalah pencegahan stunting dari hulu melalui pendekatan keluarga beresiko stunting, calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi dibawah 2 tahun, sehingga dibentuk Tim Pendamping Keluarga atau TPK di seluruh Desa/Kelurahan.

Di Provinsi Riau ada sebanyak 10.674 orang TPK, yang terdiri dari Bidan Desa, kader PKK dan Kader KB, yang mempunyai tugas mendampingi sasaran atau keluarga beresiko stunting tersebut dalam menumbuhkan kesadaran atau perubahan perilaku bagaimana pentingnya catin yang akan melangsungkan pernikahan melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga diharapkan saat menikah dalam keadaan sehat dan siap menjadi ibu hamil.

"Untuk mempunyai bayi yang sehat, disamping dilakukan pemeriksaan kehamilan, calon ibu dan bayi juga harus mendapat asupan gizi yang baik, bayi yang lahir harus mendapatkan ASI ekslusif sampai umur 6 bulan, ibu pasca melahirkan pulang ke rumah sudah harus terlindungi dengan alat kontrasepsi, dan anak sampai dengan umur dua tahun mendapatkan gizi yang seimbang dan pola asuh yang baik, sehingga dapat menjadi generasi yang sehat cerdas dan berakhlak mulia, dan tidak mengalami stunting," katanya.

Ia mengatakan, Pemerintah telah menyediakan anggaran operasional pedampingan bagi Tim Pendamping Keluarga melalui Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) Dana Alokasi Khusus.

Kepala OPD KB Kab/Kota, katanya, diharapkan dapat menyerap Dana Alokasi Khusus (DAK) Sub Bidang KB ini dengan baik, untuk Percepatan Penurunan Stunting, mengingat sisa waktu tahun anggaran 2022 tinggal lebih kurang 1,5 bulan lagi.

"Untuk menurunkan prevalensi stunting Riau dari 22,3 persen menjadi 14 persen ini harus dilakukan dengan kerja nyata, yakni petugas turun ke lapangan mengecek keluarga kategori stunting yang seharusnya sudah bisa diintervensi dengan memberikan makanan, obat-obatan dan vitamin," katanya.

Lintas sektor swasta harus bahu membahu dalam aksi nyata seperti menjadi BAAS sebagai amal ibadah. Sedangkan Bantuan keuangan yang diberikan ke BUMDes sudah bisa dicek langsung oleh Ketua Tim Penggerak PKK pada kabupaten/kota terkait penggunaannya, demikian Syamsuar.
Baca juga: BKKBN minta Kagama Kedokteran Riau dorong turunkan prevalensi stunting
Baca juga: Hasto Wardoyo sebut Riau bisa turunkan stunting jadi 14 persen
Baca juga: BKKBN Riau perkuat 1.479 Tim Pendamping Keluarga turunkan stunting

Pewarta: Frislidia
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022