"Rasulullah S.A.W. melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara." (HR. Ahmad dan Hakim)


Bulan Ramadhan menjadi saat paling tepat untuk merenungkan kembali berbagai hal, baik yang menyangkut diri kita sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.


Berbagai kasus suap perpajakan yang terjadi menjadi contoh paling tepat sebuah kejahatan yang yang memiliki efek sosial yang sangat buruk. Setidaknya ada dua dosa besar yang terjadi dalam kasus suap perpajakan, pertama dosa tindakan suap-menyuap dan kedua dosa yang ditimbulkan dari sifat bakhil.


Penyuapan


Agama mengharamkan seseorang menyuap aparat pemerintah. Begitu juga aparat pemerintah diharamkan menerima uang suap. Semua ulama sepakat mengharamkan suap atau sogokan atau risywah, bahkan menggolongkan suap ke dalam dosa besar.


Penyuapan menyebabkan ketidakadilan dan merusak tata kehidupan seperti: pelaksanaan hukum yang tidak benar, kebenaran tidak mendapat jaminan hukum, mendahulukan orang yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan orang yang seharusnya didahulukan.


Pada setiap kasus suap perpajakan, pihak yang dirugikan adalah masyarakat umum yang berhak untuk memperoleh layanan terbaik dari negara, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, keamanan, kesehatan, bantuan sosial dan sebagainya. Selain itu kasus suap perpajakan juga memunculkan ketidakadilan.


Di satu sisi ada pembayar pajak yang telah dengan jujur membayar pajak, di sisi lain ada pihak-pihak yang telah dengan sengaja tidak membayar atau membayar pajak lebih kecil. Apabila hal tersebut melibatkan pengusaha atau perusahaan maka akan menyebabkan persaingan tidak sehat dalam dunia usaha.


Mengingat bahaya yang begitu besar, Rasulullah melaknat perbuatan suap menyuap. Dalam sebuah hadist dikatakan “Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang disuap, dan orang yang menghubungkan yaitu orang yang berjalan dia antara keduanya.” (HR. Ahmad).


Jadi yang diharamkan bukan hanya seseorang yang memakan harta hasil dari suap, tetapi juga diharamkan melakukan hal-hal yang bisa membuat suap itu terjadi, yaitu memberikan suap ataupun menjadi perantara untuk perkara itu. Oleh karena itu ketiga pihak yang terlibat dalam suap menyuap dilaknat oleh Rasulullah, sebab mereka sepakat dalam kemungkaran.


Untuk menghilangkan praktik suap menyuap diperlukan peran dari semua pihak karena dalam praktik seperti ini biasanya pihak-pihak yang terlibat telah mengatur segala sesuatunya serta mengaburkan jejak agar lepas dari jeratan hukum.


Memiliki niat baik dan hati ikhlas untuk melaksanakan tugas dan kegiatan merupakan modal utama dalam memberantas praktik suap menyuap.


Sifat bakhil


Dalam kasus suap-menyuap pajak tujuan utamanya adalah agar jumlah yang harus dibayar oleh pembayar pajak menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.


Penyuap lupa bahwa uang pajak yang seharusnya dibayar itu digunakan untuk berbagai tujuan mulia, salah satunya mewujudkan pemeratan kesejahteraan.


Masyarakat yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) akan dikenai pajak, dan semakin besar penghasilan yang diperoleh maka akan semakin besar pajaknya. Di sisi lain, masyarakat yang berpenghasilan di bawah PTKP, dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, bahkan mendapatkan subsidi atau berbagai fasilitas dari uang pajak.


Agama mengajarkan bahwa dalam harta yang kita miliki terdapat hak fakir miskin, hak orang yang meminta-minta, dan hak orang yang tidak mendapatkan bagian. Perbuatan tidak menyisihkan harta kita kepada mereka yang berhak adalah perbuatan bakhil.


Pajak yang dipungut oleh negara juga memiliki tujuan distribusi kesejahteraan dari yang mampu kepada yang tidak mampu. Keengganan untuk membayar pajak seperti yang seharusnya adalah salah satu contoh sifat bakhil karena sesungguhnya pada pajak yang seharusnya dibayar ada porsi untuk kesejahteraan sosial dan kepentingan umum lainnya.


Bagaimana sifat bakhil itu dibenci Allah SWT dinyatakan dalam firman-Nya "Sekali-kali janganlah orang-orang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.


Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Ali Imran: 180).


Fungsi pajak bagi negara


Pajak yang dipungut negara memiliki fungsi yang penting bagi rakyat. Pertama pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara baik untuk pembangunan maupun pengeluaran rutin.


Kedua, pajak digunakan untuk mencapai tujuan tertentu seperti membatasi impor atau pun membatasi konsumsi atas barang tertentu.


Ketiga, pajak digunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.


Dan yang terakhir pajak digunakan untuk distribusi kesejahteraan, yaitu pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.


Jadi sudah saatnya bagi segenap elemen masyarakat untuk mendukung program membayar pajak dan menghindari perbuatan suap-menyuap dalam urusan perpajakan.


Membayar pajak adalah perbuatan mulia dan menghindari pajak bagaimanapun caranya adalah perbuatan tercela. Bulan Ramadhan adalah bulan yang tepat bagi kita untuk melakukan introspeksi.

Mari bersihkan hati kita dan membayar pajak dengan benar sebagai wujud kejujuran dan kesadaran untuk berbagi!


(advertorial)

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012