Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan menyatakan pemeriksaan kesehatan terhadap mantan Presiden Soeharto sepenuhnya menjadi wewenang Kejaksaan Agung (Kejagung). "Itu tidak ada urusan dengan MA dan sepenuhnya menjadi inisiatif kejaksaan," kata Bagir di Gedung MA, Jakarta, Selasa. Menurut Bagir, perkara pidana yang menyangkut mantan Presiden Soeharto sepenuhnya adalah kewenangan kejaksaan dan tidak harus melalui izin MA. "Ini kan perkara pidana yang kewenangan kejaksaan, mengapa harus izin MA," ujarnya. MA, lanjut Bagir, dimintai pendapat oleh Kejaksaan pada 2002 karena dikatakan Soeharto menderita sakit. MA kemudian mengeluarkan pendapat bahwa pengadilan atas Soeharto dihentikan dan Kejaksaan diperintahkan untuk mengobati mantan orang nomor satu di Indonesia selama 32 tahun itu sampai sembuh dengan biaya negara. Namun, tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun dari kejaksaan yang memeriksa kesehatan Soeharto menyatakan mantan presiden itu menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan. "Kalau nanti ternyata sembuh, yah silahkan. Kejaksaan tidak perlu konsultasi lagi dengan MA. MA juga dokter, tapi dokter ilmu hukum. MA ini adalah hakim yang mengadili, masa kita anjurkan seseorang untuk diadili atau tidak. Itu bukan pekerjaan hakim. Apa urusannya dengan pengadilan," tutur Bagir. Ia mengatakan sampai saat ini belum bertemu dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh atau dari pihak kejaksaan untuk membicarakan pemeriksaan kesehatan terhadap Soeharto. Kalau pun ada permintaan dari Kejaksaan, menurut Bagir, itu adalah hal yang agak aneh dari segi hukum acara karena megajukan perkara pidana sepenuhnya adalah wewenang kejaksaan. Sebelumnya, Abdul Rahman Saleh mengatakan akan meminta tim dokter untuk memeriksa kesehatan Soeharto guna mencari kemungkinan apakah dapat disidangkan kembali. Sejak dinyatakan menderita sakit permanen dan persidangan atas dirinya dihentikan, mantan Presiden Soeharto beberapa kali terlihat di depan publik. Pada akhir pekan lalu, ia menghadiri pernikahan cucunya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai saksi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006