“Organisasi advokat menurut kami ada satu,” kata Dwiyanto di DPN Peradi, Jakarta, Senin.
Dwi menjelaskan Peradi yang saat ini adalah Peradi. Sedangkan, Peradi dengan tambahan nama, kata dia, tentu seharusnya sudah bisa dipahami.
“Jadi yang saya katakan Peradi itu satu,” kata dia.
Ia menjelaskan terbentuknya Peradi sebagaimana amanat UU Advokat yang mengamanatkan, paling lambat 2 tahun setelah 5 April 2003, harus telah berdiri organisasi advokat sebagai wadah tunggal.
Adapun delapan organisasi advokat selaku pendiri Peradi, adalah Ikatan Advokat Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Serikat Pengacara Indonesia, dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia.
“Mendeklarasikan dengan pemikiran dan konsep, tidak ada pikiran apapun ketika itu, bahwa Indonesia menganut single bar (wadah tunggal),” katanya.
Dwi menyampaikan itu saat menerima kunjungan para mahasiswa FH Janabadra Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, Dwi mengingatkan para mahasiswa Fakultas Hukum Janabadra, jangan pernah bercita-cita menjadi advokat karena ingin kaya raya, memiliki mobil mewah, dan hidup hedon.
“Itu pesan DPN Peradi,” ucap Dwi.
Ia menjelaskan advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile) karena dilahirkan oleh filsuf di Yunani yang mempunyai kepedulian dan hati nurani terhadap ketidakadilan. Mereka melakukan pembelaan pada masyarakat yang tertindas tanpa memikirkan imbalan.
“Terkait itu, di Pasal 22 UU Advokat, ditegaskan, setiap advokat wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu. Itu mempunyai hubungan dengan masa lalu sehingga kita selalu diingatkan, kata wajib itu ada di sana,” ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022