Yogyakarta (ANTARA) - Konsorsium 10 perguruan tinggi negeri meluncurkan program Matching Fund Patriot Pangan Kampus Merdeka 2022, di Balai Senat, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin.

Konsorsium 10 PTN itu adalah Universitas Syiah Kuala, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Tanjungpura-Pontianak, Universitas Pattimura-Ambon, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Mulawarman, Universitas Sutan Ageng Tirtayasa, Universitas Mataram, dan Universitas Negeri Lampung.

"Perguruan tinggi di Indonesia siap berkontribusi mengatasi ancaman krisis pangan. Ini adalah ancaman bersama secara global," kata Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Arif Satria selaku Ketua Konsorsium Patriot Pangan seusai peluncuran program itu.

Patriot Pangan Kampus Merdeka, kata dia, bertujuan untuk mendukung upaya kedaulatan pangan yang dilakukan pemerintah melalui penelitian maupun pendampingan kepada masyarakat.

Baca juga: Food Station raih enam penghargaan BUMD Marketeers Awards 2020

Baca juga: Jaga ketahanan pangan saat pandemi, Bulog serap beras 250.000 ton

Program tersebut, menurut dia, adalah mandat dari Ditjen DIKTI kepada 10 universitas dalam bentuk konsorsium.

Peluncuran itu merupakan yang pertama dan nantinya akan dilakukan pula oleh sembilan universitas yang lain.

Menurut dia, tema yang diusung dalam program ini adalah akselerasi kedaulatan pangan melalui pendekatan transdisipliner yang terbagi ke dalam delapan subprogram.

Program itu bekerja sama delapan tim dari enam fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Peternakan, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Ilmu Budaya, dan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan.

Menurut dia, Indonesia sangat memungkinkan untuk kemandirian pangan karena penyebab krisis pangan dunia saat ini disebabkan harga gandum tinggi.

Sementara Indonesia memiliki berbagai potensi pengganti gandum, seperti sorgum, jagung, singkong, ganyong, sukun hingga sagu yang punya potensi besar.

"Secara teknologi sudah selesai, kita bisa bikin beras dari sagu, beras dari jagung, beras dari sorgum semua sudah bisa. Tinggal bagaimana kita hilirisasi agar konsumsi kita meningkat dan menurunkan ketergantungan impor," kata dia.

Krisis pangan, kata Arif, adalah ancaman bersama secara global, sehingga perguruan tinggi dengan kekuatan modal intelektual dan modal sosial bisa melakukan proses hilirisasi inovasi kepada masyarakat.

"Ini penting agar pangan di Indonesia itu dikelola baik, direncanakan, diproduksi, diolah, dipasarkan dengan berbasis pendekatan-pendekatan sains, pendekatan akademik yang baik sehingga bisa melahirkan sebuah proses pangan yang berkualitas," kata dia.

Karena itu, ia berharap sinergi sepuluh PTN dalam program Patriot Pangan Kampus Merdeka yang didukung pembiayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Matching Fund 2022.

Melalui program itu, menurut dia, kampus akan melakukan intervensi ekosistem pangan mulai hulu hingga hilir lewat teknologi para dosen yang melakukan penelitian dalam dunia peternakan, pangan, gizi, perikanan dengan berbagai sisi baik produksi, pengolahan hingga konsumsi.

"Ada 'Gifood', mengatasi 'food waste' yang masih cukup tinggi. Ini dipecahkan dengan cara cerdas. Perguruan tinggi siap berkolaborasi untuk memperkuat solusi persoalan pangan. Pemerintah dan kampus tidak bisa sendiri," ujar dia.

Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni Arie Sujito mengatakan kolaborasi 10 PTN dalam Patriot Pangan Kampus Merdeka menjadi bukti bahwa perguruan tinggi tidak sekadar memproduksi teori dalam menghadapi krisis pangan.

"Perguruan tinggi di Indonesia kalau kita pandang sebagai terdepan dalam memproduksi ilmu pengetahuan, maka kolaborasi ini akan mewujudkan secara konkret," kata dia.*

Baca juga: Hakim di Mataram vonis bebas terdakwa korupsi pengadaan sandang pangan

Baca juga: Pemerintah siapkan metode pengadaan lahan untuk pertanian

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022