"Soal Ujian Nasional tahun 2005 lalu lebih sukar dibanding ujian kali ini," kata Kepala Bidang Penilaian dan Prestasi Akademik Puspendik, Depdiknas Dr. Teuku Ramli Zakaria, M.A.

Semarang (ANTARA News) - Departemen Pendidikan Nasional berpendapat, tingkat kesulitan Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2005/2006 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pendapat itu disampaikan Kepala Bidang Penilaian dan Prestasi Akademik Puspendik, Depdiknas Dr. Teuku Ramli Zakaria, M.A. dalam "Diskusi Bidang Pendidikan: Meneropong Akuntabilitas Ujian Nasional" di kantor surat kabar "Suara Merdeka" Semarang, Selasa. Ia mengungkapkan, soal-soal UN yang diujikan untuk siswa kelas III SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK ini bersumber dari kurikulum, sedangkan proses pembuatannya dilakukan oleh guru bersangkutan dari seluruh Indonesia melalui serangkaian seleksi. Setelah itu, soal-soal tersebut diujicobakan pada sekolah-sekolah dan telah melewati analisis secara statistik. "Soal Ujian Nasional tahun 2005 lalu lebih sukar dibanding ujian kali ini," katanya. Menurut Teuku Ramli, 60 persen soal UN secara umum mudah dikerjakan peserta UN, 20 persen dengan tingkat kesulitan sedang, dan 20 persen sisanya sukar. Diskusi ini dipandu dosen Unnes Sucipto Hadi Purnomo dengan dihadiri puluhan pengelola SLTP, SLTA negeri dan swasta Kota Semarang, dengan menampilkan pembicara Dr. Nugroho M.PSi. (dosen Unnes). Ujian Nasional akan berlangsung pada 16-18 Mei 2006 untuk SMA/MA dan SMK, sedangkan SMP/MTs pada 22-24 Mei. Pemerintah yang bersikukuh tetap menyelenggarakan UN dengan alasan untuk peningkatan mutu pendidikan dibantah Nugroho. Menurut dosen psikologi FIP Unnes ini, peningkatan mutu sangat berkaitan dengan sistem pendidikan. "UN bukan satu-satunya viagra (obat kuat) untuk peningkatan mutu pendidikan. Masih ada kurikulum, sumber belajar, partisipasi orang tua, sarana belajar, dan sejumlah faktor lain yang memengaruhi mutu," katanya. Sekretaris Dewan Riset Daerah (DRD) Jateng ini mengingatkan, kalau mutu guru tidak dibenahi dan laboratorium di sekolah tidak diurus, upaya peningkatan mutu untuk menaikkan standar nilai kelulusan akan sia-sia. Nugroho mengusulkan, sistem ujian "performance test" atau portofolio, yakni, apabila guru mampu mengajar siswa yang memiliki kemampuan kurang lalu berubah menjadi siswa yang pandai, maka pendidik tersebut akan mendapat nilai baik. Ia mempertanyakan, kalau melalui UN bisa memetakan mutu pendidikan, apakah kalau ditemukan sekolah yang kualitasnya rendah akan ada tindak lanjut perlakukan. "Lalu bagaimana dengan pengelolaan guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa pada sekolah tersebut," tanya Nugroho lagi Nilai kelulusan UN tahun ini naik dari minimal 4,26 menjadi rata-rata 4,51.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006