Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan kembali melakukan negosiasi dengan pemerintah Jepang untuk pembiayaan proyek Mass Rapid Transportation (MRT), jika belum ada pihak asing yang tertarik membiayai proyek tersebut.
Hal itu diungkapkan Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, usai penandatanganan Nota Kesepahaman dengan lima perguruan tinggi negeri dalam pembahasan rencana pembangunan di bidang hukum dan HAM di gedung Bappenas, Jakarta, Selasa.
"Masih ada peluang lah. Saya dengar Pemkot DKI akan lakukan lebih dahulu DES (Design Engineering System). Itu bagus. Nah artinya pembiayaan dari Jepang kita rundingkan lagi pada anggaran 2007," katanya.
Namun, jelasnya, seandainya pemerintah bisa mendapat kesepakatan dengan China untuk pembiayaan itu dalam waktu dekat, maka hal itu sangat baik dan negosiasi dengan Jepang tidak perlu dilakukan.
Saat ditanya apakah Jepang sudah mau menurunkan persyaratan dari pinjaman terikat atau "tied loan" menjadi pinjaman tidak terikat "untied loan", Paskah mengatakan dirinya sudah mendapat sinyal positif dari Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Jepang, Masafumi Kuroki, agar kembali melanjutkan pembicaraan.
Sementara itu, Paskah kembali menegaskan, ke depan pemerintah juga akan membatasi proyek-proyek yang akan dibiayai luar negeri karena pemerintah memiliki komitmen untuk mengurangi rasio utang terhadap PDB hingga menjadi 31 persen pada 2009.
"Soal pembiayaan luar negeri, kita akan batasi. Tidak semua pembiayaan kita `oke`kan karena kita ada plafon pinjaman sampai 2009, yaitu 7 miliar Dolar AS. Itu adalah bagian dari usaha penurunan stok utang," jelasnya.
Sedangkan Sekretaris Menneg PPN, Syahrial Loethan mengatakan angka itu adalah angka yang diperoleh dari "blue book" rencana pembiayaan luar negeri yang akan diajukan pada sidang Consultative Groups for Indonesia (CGI) pada Juli mendatang.
"Dari yang semula diajukan 12 miliar Dolar AS, kita perkecil menjadi 7 miliar Dolar AS. Tapi belum tentu semua akan diambil investor asing karena mereka juga memiliki syarat tertentu dalam memberi utang, misalnya memiliki kesempatan untuk menggunakan kontraktor tertentu. Jadi ada `take and give`," katanya.
Dia menjelaskan proyek-proyek yang akan dibiayai dengan menggunakan pembiayaan luar negeri telah dipilih berdasarkan prioritas, sektor dan kesiapan proyek, seperti kesiapan proyek, desain dan pembebasan tanah.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006