Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran uang yang diterima tersangka Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani (KRM) dari berbagai pihak.

Hal itu dikonfirmasi KPK melalui pemeriksaan dua saksi masing-masing Mualimin selaku dosen dan Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo.

"Didalami pengetahuannya, antara lain, masih terkait dengan aliran uang yang diterima tersangka KRM dari berbagai pihak," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

KPK memeriksa keduanya untuk tersangka KRM dan kawan-kawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/11), dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan penerimaan calon mahasiswa baru pada tahun 2022 di Unila.

Selain itu, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya, yaitu dosen Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Darlis Herumurti dan pihak swasta Radityo Prasetianto Wibowo.

Ali mengatakan bahwa tim penyidik mendalami pengetahuan keduanya antara perihal sistem program aplikasi yang digunakan dalam penerimaan mahasiswa baru.

KPK telah menetapkan empat tersangka terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Sementara itu, pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang saat ini sudah berstatus terdakwa.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020—2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.

Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Budi, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.

Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada pihak universitas.

Selain itu, Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.

Karomani diduga memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.

Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyebutkan Andi memberikan suap kepada Karomani guna membantu dua orang calon mahasiswa masuk ke Fakultas Kedokteran Unila pada tahun 2022.

"Terdakwa memberikan uang sebesar Rp250 juta rupiah kepada penyelenggara negara dalam hal ini Rektor Unila guna memuluskan dua orang untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila," kata JPU KPK Agung Satrio Wibowo di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (9/11).

Baca juga: KPK dalami peran empat saksi soal proses kelulusan penerimaan maba
Baca juga: KPK panggil Plt Dirjen Diktiristek hingga Rektor ITS soal kasus Unila

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022