Badung (ANTARA) - Ahli bedah syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RS Dr Soetomo Dr. dr. Asra Al Fauzi, SE, MM, Sp.BS (K), FICS, IFAANS menyebut gangguan neurologi seperti penyakit stroke mulai merambat ke warga usia muda.
"Harus saya sampaikan bahwa khususnya stroke itu angkanya selalu meningkat, bahkan bergeser ke usia muda, dan tercatat bahwa stroke dan kelainan jantung adalah penyebab nomor satu kematian di Indonesia," kata dokter Asra dalam pertemuan forum Neuroscience20 (N20).
Di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, dokter Asra menuturkan bahwa penyakit stroke yang umumnya dialami pasien usia 50-60 tahun, kini menjangkit masyarakat usia 40 tahun, di mana kondisi ini sempat dialami sejumlah negara G20 lebih dari 20 tahun lalu.
"Tingkat kematian, saya belum tahu datanya, tetapi kecenderungan usia lebih muda yang kena stroke semakin meningkat. Sehari-hari rumah sakit bisa menerima lima sampai 10 kasus, dan satu sampai dua kasus terkadang membutuhkan tindakan emergency," ujarnya.
Baca juga: Dokter: Sakit kepala hebat datang tiba-tiba bisa jadi gejala stroke
Baca juga: Dokter: Segera tangani serangan stroke karena risiko matinya sel otak
Menurutnya, kondisi ini terjadi karena bagian dari proses globalisasi, cara hidup metropolitan yang tidak sehat mengubah gaya hidup masyarakat sejak usia muda. Untuk itu, menjaga pola hidup sehat menjadi kunci dasar menurutnya.
Dalam pertemuan ahli syaraf negara-negara G20 itu, persoalan gangguan neurologi menjadi sebuah topik penting, di mana para ahli berpengalaman akan merumuskan rekomendasi untuk kebijakan dalam menangani penyakit ini.
"Memang akhir-akhir ini sedang digalakkan dengan meningkatkan penyediaan sumber daya dokter terkait kelainan stroke, kedua meningkatkan fasilitas yang merata bukan terpusat di kota-kota besar dan itu perlu waktu. Semoga dengan bantuan rekomendasi lebih mempermudah karena mereka berpengalaman," kata dokter Asra.
Dokter sekaligus kepala kantor urusan luar negeri FK Unair itu mengungkapkan bahwa penyakit stroke menyedot anggaran tertinggi nomor tiga di Indonesia, sehingga permasalahannya tak hanya bagi masyarakat.
"Semua negara G20 merasakan karena penyakit-penyakit kelainan syaraf ini kalau sudah kena sangat merugikan negara, menyedot biaya, karena kalau ada asuransi seperti kita BPJS Kesehatan akan menyedot biaya, jadi rugi, harus dicegah," ujar Asra Al Fauzi.
Untuk itu, dalam forum N20 yang digagas oleh Society for Brain Mapping and Therapeutics (SBMT) bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dilakukan diskusi mendalam dengan mengumpulkan data soal jumlah penyakit, fasilitas layanan kesehatan, jumlah dokter, dan data demografi untuk merumuskan solusi.
Di lokasi yang sama, Dekan FK UNAIR, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG, Subs.F.E.R sepakat soal kondisi gangguan neurologi seperti stroke yang menjadi masalah cukup berat bagi negara.
Seringkali, kata dia, stroke bersifat kronis dan mengancam nyawa, beban negara untuk penanganannya juga berat, sehingga kini pemerintah menempatkannya dalam jajaran penyakit prioritas.
"Keseriusannya (pemerintah) ini ditunjukkan salah satunya di Surabaya, Jawa Timur, Kemenkes baru saja melakukan peletakan batu pertama pembangunan Tower Rumah Sakit Katostropik atau penyakit yang membutuhkan perawatan lama dengan biaya tinggi, salah satunya stroke," ujar Dekan FK Unair.
Ia melihat, momentum G20 tepat digunakan untuk membahas hal ini. Dengan itu Budi berkomitmen bahwa FK Unair akan terus berkontribusi dalam setiap inisiatif serupa apalagi berkaitan dengan penguatan pendidikan kesehatan.*
Baca juga: Faktor waktu sangat penting untuk penanganan stroke
Baca juga: Pasien stroke bisa pulih jika cepat dibawa ke rumah sakit
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022