New York (ANTARA) - Dolar jatuh terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya untuk hari kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena investor menyukai mata uang berisiko, menyusul tanda-tanda inflasi AS mendingin yang mendorong kasus Federal Reserve untuk mengurangi kenaikan suku bunga yang besar dan kuat.

Pelemahan dolar pada Jumat (11/11/2022) adalah perpanjangan dari langkah yang dimulai setelah data Kamis (10/11/2022) menunjukkan inflasi konsumen AS naik 7,7 persen tahun-ke-tahun pada Oktober, tingkat paling lambat sejak Januari dan di bawah perkiraan sebesar 8,0 persen.

Terhadap sekeranjang mata uang, dolar turun sekitar 3,8 persen selama dua sesi, dengan laju persentase kerugian dua hari terbesar sejak Maret 2009.

Reli panjang mata uang AS selama dua tahun terakhir telah menarik banyak pemburu dolar yang mengarah ke posisi sangat ramai dan data Kamis (10/11/2022) membuat banyak dari mereka mencari jalan keluar cepat, kata ahli strategi.

"Ini bukan hanya pengikut tren jangka pendek, para pemain momentum telah keluar dari posisinya, tetapi beberapa posisi jangka panjang struktural long (beli) dolar harus dibatalkan," kata Kepala Strategi Pasar Bannockburn Global Forex, Marc Chandler, di New York.

Baca juga: Dolar jatuh, dipicu data inflasi AS lebih rendah dari perkiraan

Dolar merosot 1,7 persen terhadap yen Jepang pada 138,55 yen, sementara euro melonjak 1,46 persen terhadap unit AS menjadi 1,036 dolar.

"Dolar adalah salah satu pasar yang ekstrim dalam penilaiannya yang berlebihan - ada peluang kuat kita telah melihat puncaknya," kata Kepala Pendapatan Tetap Global Janus Henderson Investors, Jim Cielinski, kepada Reuters Global Markets Forum pada Jumat (11/11/2022).

Namun beberapa ahli strategi memperingatkan bahwa dolar tetap rentan terhadap kemungkinan rebound jangka pendek.

"Ya, lebih banyak orang menjadi yakin dolar telah mencapai puncaknya tetapi pergerakannya begitu tajam sehingga saya memperingatkan orang-orang agar tidak mengejarnya," kata Chandler dari Bannockburn.

Dolar mendapat sedikit dukungan dari data survei pada Jumat (11/11/2022) yang menunjukkan sentimen konsumen AS turun pada November, ditarik oleh berlanjutnya kekhawatiran tentang inflasi dan biaya pinjaman yang lebih tinggi.

Baca juga: Dolar melemah di Asia, setelah inflasi AS meleset dari perkiraan

Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko masing-masing naik 1,4 persen dan 1,6 persen, terhadap greenback.

Selera risiko investor mendapat dorongan tambahan dari otoritas kesehatan China yang melonggarkan beberapa pembatasan ketat COVID-19 di negara itu, termasuk mempersingkat waktu karantina untuk kasus kontak dekat dan pelancong yang datang.

Sterling, sementara itu, naik 1,22 persen terhadap dolar menjadi 1,1853 dolar setelah data Inggris menunjukkan ekonomi tidak berkontraksi sebanyak yang diperkirakan dalam tiga bulan hingga September, meskipun masih memasuki apa yang kemungkinan akan menjadi resesi yang panjang.

Dolar melemah 2,4 persen terhadap franc Swiss pada 0,94025 franc setelah Ketua Swiss National Bank (bank sentral Swiss) Thomas Jordan mengatakan pada Jumat (11/11/2022) bahwa bank siap untuk mengambil "semua tindakan yang diperlukan" guna membawa inflasi kembali ke kisaran target 0-2 persen.

Mata uang kripto tetap di bawah tekanan dari gejolak yang sedang berlangsung di dunia kripto setelah keruntuhan bursa kripto FTX. Token asli FTX, FTT, terakhir turun 26,7 persen pada 2,731 dolar AS, menjadikan kerugian bulanannya hampir 90 persen.

Bitcoin juga jatuh 4,6 persen menjadi 16.747 dolar AS.

Baca juga: Dolar ditutup melemah di Asia jelang data inflasi AS, dan kripto jatuh
Baca juga: Regulator AS sebut gejolak uang kripto menggarisbawahi risiko industri

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022