Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta menegaskan pentingnya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai salah satu upaya untuk mendukung pembangunan hukum nasional.

"Urgensi pengesahan RKUHP untuk menggantikan KUHP peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda dan mendukung pembangunan hukum nasional," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Selain itu, RKUHP menjadi jalan untuk pemberlakuan prinsip-prinsip hukum umum dan internasional yang modern, misalnya perluasan subjek hukum pidana (korporasi) dan penambahan jenis sistem pemidanaan.

Ia mengatakan RKUHP menghormati kekhasan dan kekayaan hukum adat Indonesia dengan mengakui keberadaan hukum pidana adat, namun dengan batasan-batasan tertentu. Hal ini dilakukan sebagai upaya bersama untuk mengurangi "over" kriminalisasi perbuatan-perbuatan tertentu, sekaligus melindungi seseorang secara hukum.

"RKUHP tujuan pemidanaan berubah dari otoriterisme di KUHP sebelumnya menjadi modern dan seimbang," katanya menegaskan.

Baca juga: Pasal penyerangan martabat presiden alami perubahan

Penjelasan itu disampaikan dalam Rapat Komisi III bersama kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/11).

Sudirta menjelaskan RKUHP mengenal "restorative justice" dan bertujuan untuk mengembalikan masyarakat secara seimbang bukan hanya semata untuk pembalasan dendam. Karena itu, ia menghimbau semua pihak memandang secara luas bahwa pembaruan KUHP ini sangat penting setelah melewati lebih dari seratus tahun KUHP peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda.

Ia mengatakan, beberapa tambahan untuk mendalami pasal-pasal dalam RKUHP di antaranya pasal tentang hukum yang hidup dalam masyarakat (asas legalitas). Pasal itu dimaksudkan untuk mengakui hukum pidana adat yang selama ini telah berlaku di masyarakat dan diatur dalam peraturan daerah.

"Maksud dari pasal ini adalah pemberlakuan keadilan restoratif dari sisi hukum adat setempat untuk pemulihan korban dan lingkungan," katanya.

Baca juga: Komisi III DPR terima draf RKUHP hasil dialog publik dan sosialisasi

Selain itu, paparnya, pasal mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden dan pasal mengenai penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga. Pasal itu sebenarnya merupakan variasi dari pasal penghinaan yang memang telah diputuskan MK sebagai delik aduan.

Selanjutnya, pasal terkait penodaan agama yang dimaksudkan untuk menghormati agama yang diakui di Indonesia dan menjadi falsafah bangsa dalam Sila Pertama Pancasila. Selain itu, pasal tersebut merupakan cara untuk perlindungan agama dan menghindari konflik sebagaimana menyadari masyarakat Indonesia yang menghormati agama

Kemudian, katanya, pasal mengenai penganiayaan hewan, pasal-pasal terkait kesusilaan (perzinahan dan hidup bersama), dan pasal tentang ketentuan peralihan.

Sudirta mengingatkan bahwa ketentuan dalam RKUHP tidak dapat memuaskan seluruh pihak. Maka untuk mengakomodir seluruh perkembangan hukum, RKUHP tetap menghormati instrumen hukum untuk pengujian pasal di level implementasi.

Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022