Ketiga terdakwa pelaku kejahatan jalanan itu ialah Ryan Nanda Syahputra (19) divonis sepuluh tahun penjara serta Fernandito Aldrian Saputra (18) dan Muhammad Musyaffa Affandi (21) yang masing-masing divonis enam tahun penjara.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan kematian," kata Ketua Majelis Hakim Suparman saat sidang putusan di PN Yogyakarta, Selasa.
Ketiga terdakwa dianggap bersalah dan memenuhi unsur Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana yang secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang.
"Oleh karena para terdakwa dijatuhi dipidana, maka haruslah dihukum dan membayar biaya perkara," kata Suparman.
Baca juga: Polda DIY panggil orang tua pelaku dan korban "klitih"
Menurut Suparman, hal yang memberatkan vonis tiga terdakwa itu ialah karena perbuatan mereka telah meresahkan masyarakat dan dianggap mencoreng nama Yogyakarta sebagai kota wisata yang aman.
"Berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan," tambah Suparman.
Sesaat setelah pembacaan putusan tersebut, beberapa orang yang mengaku dari pihak keluarga terdakwa spontan berteriak histeris dan menangis. Suasana bertambah ricuh ketika sejumlah orang masuk ke ruang sidang sembari melontarkan protes kepada majelis hakim atas putusan tersebut.
Mengingat sidang belum selesai, Suparman meminta hadirin sidang untuk tenang dan mengatakan para terdakwa masih bisa mengajukan banding.
"Dengarkan dulu, perkara ini masih putusan tingkat pertama, masih ada upaya hukum bagi terdakwa atau jaksa masih bisa banding," tegas Suparman.
Sementara itu, kuasa hukum salah satu terdakwa, Taufiqurrahman, menyatakan pihaknya akan menempuh upaya banding karena bukti terkait putusan dinilai lemah.
"Baik sebagai penasihat hukum baik secara pribadi saya menyatakan banding," ujar Taufiqurrahman.
Baca juga: Polisi amankan empat remaja pelaku "klitih" di Bantul
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022