Saumlaki, Kepulauan Tanimbar (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, Selasa, menahan dua orang tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan Sistem Informasi Manajemen Desa (SIM-D) di sejumlah desa se-Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun anggaran 2021.

Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar G. Sumarsono di Saumlaki mengatakan kedua tersangka yang ditahan adalah mantan Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Tanimbar berinisial SS dan satu lagi berinisial NA dari perusahaan swasta dalam pengadaan SIM-D.

"Hari ini penuntut umum telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II yang berasal dari jaksa penyidik pada seksi pidana khusus dalam perkara ini. Penyerahan tersangka dan barang bukti ini dilakukan setelah jaksa penyidik merampungkan berkas perkara dan dinyatakan lengkap oleh penuntut umum atau P-21) pada tanggal 27 Oktober 2021," kata Sumarsono.

Kajari Tanimbar menjelaskan tersangka SS dan NA ditahan selama 20 hari ke depan di Lembaga Permasyarakatan Kelas III Saumlaki.

Keduanya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Jaksa juga menyatakan kedua tersangka melanggar pasal 3 jo pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sumarsono menyebutkan laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sekitar Rp310,26 juta.

Pada perjalanan perkara tersebut, Sumarsono menyatakan kasus itu bermula dari NA menawarkan satu program SIM-D kepada SS. Kemudian SS memaksa memasukkan pengadaan SIM-D ini ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Kepulauan Tanimbar.

Dari 80 desa di Tanimbar, hanya 12 desa yang mengikuti arahan SS, yakni Desa Sifnana, Latdalam, Wowonda, Kabiarat di kecamatan Tanimbar Selatan, Desa Tumbur, Lorolulun, Amdasa, Sangliat Dol dan Sangliat Krawain di Kecamatan Wertamrian, Desa Adaut dan Kandar di kecamatan Selaru, serta desa Kilon di kecamatan Wuarlabobar.

SS memaksa para kades untuk menghapus beberapa kegiatan dan mengganti dengan program SIM-D. Ia juga mengancam para kades untuk menuruti perintah sebagai syarat agar APBDes bisa disetujui pemerintah daerah.

Demikian juga ketika dilakukan pencairan, para kades diminta untuk mempercepat pencarian dan melakukan pembayaran kepada SS dan NA.

"Memasukkan satu program ke dalam APBDes ini harusnya lewat tahapannya, antara lain mulai dari musrenbangdes, penyusunan RAPBDes dan seterusnya sampai dengan APBDes, tetapi yang terjadi adalah ketika APBDes sudah jalan dan dilakukan asistensi, SS memaksa para kades untuk menghapus beberapa kegiatan dan memasukkan program ini," beber Sumarsono.

Saat asistensi, para kades diminta membuat proposal untuk pengadaan SIM-D. Di dalam proposal tertera rincian anggaran untuk instalasi program, biaya pelatihan dan sejumlah biaya lainnya, seperti belajar desain tampilan, belanja pengaturan seting data base, belanja pengelola aplikasi dan pengisian software, belanja pembuatan dan pengaturan konten.

Penganggaran dari setiap desa bervariasi dengan kisaran Rp20 juta hingga Rp30 juta.

Sumarsono menyatakan di daerah lain, program semacam ini diterapkan dan pihak penerima memperoleh perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware), namun dalam kasus ini para penerima hanya memperoleh software.

"Nah, sampai dengan kita melakukan pemeriksaan ternyata program ini tidak berjalan atau program ini tidak bisa dimanfaatkan oleh desa sehingga berdasarkan hasil perhitungan auditor ditemukan kerugian keuangan negara," katanya.

Pewarta: Simon Lolonlun
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022