Jakarta (ANTARA News) - Rapat Majelis Pimpinan Paripurna Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) merekomendasikan pemerintah agar mencari rumusan kerja sama baru secara bijak dan memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, termasuk PT Freeport Indonesia. "Kita tetap harus menghormati apa pun yang sudah dibuat kontrak antara pemerintah dan para investor, itu prinsip yang sangat universal. Namun demikian, ICMI merekomendasikan kepada pemerintah untuk betul-betul mengajak pihak investor duduk bersama, membenahi beberapa hal yang terkait dengan kontrak tersebut," kata anggota Presidium Majelis Pengurus Pusat ICMI periode 2005-2010, Hatta Rajasa, dalam jumpa pers seusai penutupan Rapat Majelis Pengurus Pusat ICMI, di Jakarta, Minggu. Dasar pemikirannya, lanjut Hatta, adalah bahwa kondisi saat ini sudah berubah jauh dibandingkan dengan kondisi masa lalu. "Masalah tanggung jawab sosial perusahaan atau `corporate social responsibility` dan neraca sumber daya perlu dibahas oleh pemerintah agar lebih mendorong sebanyak mungkin hasil sumber daya alam itu dialokasikan bagi kemakmuran bangsa dan negara," kata dia menambahkan. Namun demikian, pria yang kini menjabat sebagai Menteri Perhubungan itu menegaskan ICMI tidak meminta PT Freeport Indonesia ditutup. "Bukan berarti ICMI meminta Freeport ditutup atau distop, karena kita memegang prinsip menghormati perjanjian yang sudah ada. Tapi ICMI ingin agar pemerintah mulai merundingkan soal itu," kata Hatta. Sementara itu, Ketua Presidium Majelis Pengurus Pusat ICMI, Marwah Daud Ibrahim, menambahkan kontrak kerja dengan Freeport dibuat sebelum kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) muncul. "Kontrak kerja dengan Freeport ditandatangani sebelum adanya Otonomi Khusus, jadi ada yang berubah di republik ini secara sangat mendasar. Dan itu juga tentu berimplikasi terhadap Freeport dan hal-hal sejenis di Indonesia," kata Marwah. ICMI juga mencermati kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai rahmat Tuhan belum terjamah oleh kekuatan iptek yang dikembangkan dan dikelola bangsa sendiri. Karena itu ICMI berpendapat "Perlu dikembangkan sistem insentif yang dapat menggairahkan kegiatan penelitian dan pengembangan." Dalam hal itu, ICMI berpendapat komitmen bangsa untuk mengalokasikan 20 persen anggaran nasional bagi pendidikan harus segera diwujudkan. "Namun, peningkatan alokasi anggaran tersebut seyogianya disertai dengan kebijakan dan program yang terarah sehingga dana yang cukup besar itu tidak sia-sia dan mubazir, tidak pula terjadi diskriminasi pengalokasian anggaran antara lembaga pendidikan yang berada di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag)," demikian rekomendasi ICMI. (*)
Copyright © ANTARA 2006