Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi Muktamar Surabaya, Drs H Choirul Anam (Cak Anam), menyatakan Zannuba Arifah Chofsoh (Yenny Wahid) dan Erman Suparno memiliki nasib baik, karena dibiarkan merangkap jabatan antara parpol dengan eksekutif. "Para ulama sebenarnya hanya ingin PKB ditegakkan sesuai AD/ART, tapi mereka (DPP PKB versi Muktamar Semarang pimpinan KH Abdurrahman `Gus Dur` Wahid-Muhaimin Iskandar) menggunakan kebiasaan sebagai konvensi, karena itu Yenny dan Erman Suparno dibiarkan saja merangkap jabatan," katanya di Surabaya, Minggu. Ia mengemukakan hal itu ketika berbicara dalam pelantikan DPC PKB Kota Surabaya 2006-2011 pimpinan KH Chasanan Noor SH MHum-Drs Ec H Muhtadi MM di Graha Astranawa, Gayungsari, Surabaya yang dihadiri KH Sholeh Qosim (Sepanjang/Sidoarjo), KH Imam Buchori (Bangkalan), KH Anwar Iskandar (Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jatim), dan sebagainya. Pernyataan Cak Anam yang saat ini masih menjabat Ketua DPW PKB Jatim itu mengacu kepada jabatan Yenny Wahid sebagai Wakil Sekjen DPP PKB versi Muktamar Semarang dan Erman Suparno sebagai Bendahara DPP PKB versi Muktamar Semarang, namun Yenny saat ini menjadi staf khusus presiden dan Erman Suparno menjadi Menakertrans. Menurut Cak Anam yang sempat menjadi "orang dekat" Gus Dur itu, rangkap jabatan itu sebenarnya tidak menyalahi AD/ART, tapi hal itu justru dianggap salah ketika Alwi Shihab dan H Saifullah Yusuf menjadi menteri, sedangkan ketika Yenny-Erman yang rangkap jabatan justru tidak dianggap salah. "Pak Alwi dan Saifullah Yusuf justru diberhentikan atau dipecat dalam rapat pleno dengan alasan rangkap jabatan yang mereka jalani akan mengakibatkan kepentingan yang tumpang tindih antara eksekutif dan parpol, tapi kenapa hal itu kok tidak dijadikan alasan untuk Yenny dan Erman Suparno," katanya. Ia menegaskan bahwa para ulama yang "keberatan" dengan DPP PKB versi Semarang bukan karena tidak senang pada kelompok tertentu, melainkan para ulama ingin PKB dikembalikan kepada "aturan main" PKB yakni AD/ART, sehingga PKB tidak diurus dengan acuan "kebiasaan" seseorang yang dijadikan konvensi. "Para kiai minta PKB dikelola dengan AD/ART. Itu saja. Kalau yang lain mengelola dengan kebiasaan yang dijadikan konvensi dianggap para kiai sebagai hal yang akan merusak PKB sendiri, karena PKB akan dibangun dengan persaingan untuk mendekati figur yang dijadikan konvensi itu," katanya. Dalam konteks itu, para ulama/kiai akhirnya menempuh prosedur hukum lewat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hingga ke Mahkamah Agung (MA). "Semuanya juga dilakukan untuk menegakkan partai dengan aturan main yang sudah disepakati bersama, bahkan saat kami kalah di PN Jaksel, para kiai juga mengaku kalah," katanya. Namun, hal itu justru dilakukan sebaliknya oleh kelompok Muhaimin Iskandar, karena mereka tidak mau mengakui kekalahan saat MA membenarkan langkah hukum yang dilakukan DPP PKB yang dipimpinnya. "Bahkan mereka bilang kemana-mana bahwa kemenangan kami hanya separo atau seperempat, padahal pakar hukum tata negara bilang bahwa MA itu final," katanya. Oleh karena itu, pihaknya berharap kelompok Muhaimin Iskandar segera mengakui kekalahan dengan membuat partai baru. "Seandainya kami kalah, kami akan mengakui kekalahan itu dengan membuat partai baru, tapi kenapa mereka tidak mau mengakui kekalahannya, padahal PDI punya empat partai itu nggak apa-apa," katanya. Dalam kesempatan itu, Cak Anam juga menyampaikan rencananya menggelar Munas Alim Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada 8-10 Mei mendatang yang akan diikuti 1.500 ulama se Indonesia. "Jatim sendiri akan mengirim utusan paling banyak yakni sekitar 400 ulama/kiai, karena itu saya minta PKB Surabaya juga mengirim para ulamanya ke Jakarta," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006