Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) secara tegas menolak kehadiran Majalah "Playboy", demikian salah satu butir rekomendasi Rapat Majelis Pimpinan Paripurna ICMI yang digelar di Jakarta pada 21-23 April 2006. "ICMI menolak tegas Majalah `Playboy` karena majalah-majalah yang sejenis dengan itu dapat merusak moral bangsa," kata Hatta Rajasa, Presidium Majelis Pengurus Pusat ICMI periode 2005-2010, dalam jumpa pers seusai penututupan rapat majelis, Minggu siang. "Penolakan tersebut tidak berarti memberangus kebebasan pers, melainkan lantaran media sejenis `Playboy` merupakan ajang penetrasi budaya asing yang dapat meruntuhkan nilai-nilai budaya kita dan menyebabkan terjadinya dekadensi moral," tambah pria yang juga Menteri Perhubungan tersebut. Dalam kaitan undang-undangnya, lanjut Hatta, ICMI secara tegas mengatakan agar segera diundangkan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) dengan tetap memperhatikan keragaman budaya yang berlaku di Indonesia. Rapat Majelis Pengurus Pusat ICMI sendiri dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat (21/4) malam. Dalam kesempatan itu Presiden Yudhoyono meminta agar ICMI mengkaji strategi dan konsep-konsep pembangunan, karena ternyata sekalipun pembangunan telah berjalan, namun tetap terjadi kesenjangan pembangunan yang cukup besar serta belum meratanya kemajuan. Sementara itu, Majalah "Playboy" juga dikategorikan Dewan Pers sebagai produk pers yang dapat melanggar Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. "Distribusi Majalah `Playboy Indonesia` edisi pertama yang terbit April 2006, tidak sesuai dengan segmentasi yang disebutkan dalam sampul depan majalah tersebut, yakni sebagai majalah hiburan untuk pria dewasa, maka majalah tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik, dalam konteks perlindungan anak dan remaja," demikian pernyataan Ichlasul Amal, Ketua Dewan Pers, di Jakarta, Jumat (21/4). Dewan Pers juga mendesak penerbit dan pengelola Majalah "Playboy Indonesia" mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan menjaga distribusinya sesuai dengan segmentasi yang dituju. Pemerintah diminta segera melahirkan peraturan pemerintah menyangkut distribusi produk media bagi kalangan dewasa dengan mengacu kepada Undang-undang Perlindungan Anak. (*)
Copyright © ANTARA 2006