Jakarta (ANTARA) - Pembelian Twitter oleh Elon Musk memberikan kesempatan bagi Mastodon, aplikasi media sosial dari Jerman, untuk unjuk gigi.

Twitter diwarnai serangkaian kontroversi setelah perusahaan itu dibeli miliuner Elon Musk. Reuters, disiarkan Senin (7/11) waktu setempat, melaporkan banyak orang yang mendukung kebebasan berekspresi mencari platform lain karena khawatir kebebasan itu dikontrol oleh seseorang.

Baca juga: Twitter Spaces kini terbuka untuk pengguna lebih dari 600 pengikut

Mastodon, yang mirip dengan Twitter, menjadi tempat mereka berlabuh. Media sosial itu memiliki latar belakang yang cukup berbeda dibandingkan media sosial lainnya.

Platform media sosial seperti Twitter dan Facebook diatur oleh sebuah otoritas, yaitu perusahaan. Sementara Mastodon, ia dipasang pada ribuan server komputer, diatur oleh administrator sukarela dalam sebuah sistem yang disebut sebagai federasi.

Pengguna bertukar konten dan tautan menggunakan server mereka sendiri, yang disebut "instance".

Mastodon dibuat oleh programer asal Jerman Eugen Rochko pada 2017. Dia merancang Mastodon sebagai kawasan publik yang tidak diatur oleh sebuah entitas tunggal.

Masa awal pengembangan Mastodon pun masih berkaitan dengan Elon Musk, ketika itu muncul rumor Musk dan kawannya Peter Thiel ingin membeli Twitter.

"Miliuner sayap kapan akan membeli utilitas publik de facto, yang tidak publik," kata Rochko awal tahun ini kepada Reuters.

Rochko mengatakan pengguna aktif bulanan mereka mencapai 1.028.362 hari itu.

Mastodon juga memiliki fitur tanda pagar (tagar) di platform itu. Jika Twitter menyebut aktivitas di platform sebagai "tweet" atau cuitan, istilah yang digunakan Mastodon adalah "toot" alias membunyikan klakson.


Baca juga: Twitter akan perluas akses data secara gratis bagi pengembang aplikasi

Baca juga: Twitter uji "timeline" baru, mirip Instagram?

Baca juga: Clubhouse perluas aplikasi untuk android ke lebih banyak negara

Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022