Bogor (ANTARA) - Inovasi itu bernama tongkat penuntun tunanetra Kartini. Tangan-tangan para penyandang disabilitas binaan Kementerian Sosial Republik Indonesia telah melahirkan tongkat canggih untuk membantu tunanetra dalam "melihat" situasi di sekitarnya.

Tongkat penuntun adaptif Kartini ini dilengkapi teknologi sensorik, sehingga dapat memberikan peringatan ketika mendeteksi benda, air, api, hingga gas beracun.

Secara bentuk, tongkat dengan panjang sekitar 120 centimeter ini hampir serupa dengan tongkat penuntun tunanetra pada umumnya. Bahan utamanya pun terbuat dari aluminium dan bisa dilipat menjadi empat bagian untuk memudahkan saat penyimpanan.

Sensor pertama pada tongkat penuntun adaptif Kartini, mampu mendeteksi benda. Melalui sensor tersebut, penyandang sensorik netra dapat mengetahui keberadaan suatu benda di hadapannya melalui peringatan berupa suara hingga getaran.

Tongkat tersebut dilengkapi berbagai mode peringatan, mulai dari getaran, suara monofonik, kombinasi antara getaran dan suara, hingga suara berupa kalimat pemberitahuan layaknya Google Assistant.

Khusus mode getar, bisa memudahkan tunanetra saat berada di pusat-pusat keramaian, seperti pasar dan tempat perbelanjaan lainnya. Karena, khawatir suara yang dikeluarkan tongkat tidak terdengar jelas.

Penggunanya juga bisa mengatur sejauh mana alat tersebut mendeteksi benda di depannya seperti tiang listrik, tembok, ataupun kendaraan yang sedang parkir.

Alat ini memiliki kemampuan deteksi benda hingga jarak tiga meter, sehingga memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk berganti arah saat berjalan.

Kemudian, sensor lainnya berfungsi mendeteksi kobaran api, asap, hingga gas beracun seperti kebocoran tabung elpiji di sekeliling penggunanya. Tongkat tersebut akan memberikan peringatan melalui suara atau getaran berbeda sesuai dengan masing-masing yang dideteksi.

Namun, khusus pengaktifan mode deteksi gas beracun, dapat membuat penggunaan baterai pada alat tersebut 40 persen lebih boros dari pemakaian normal.

Selanjutnya, tongkat ini mampu mendeteksi genangan air atau jalanan yang licin. Komponen pendeteksi air ini dipasang pada ujung bawah tongkat penuntun adaptif. Sehingga, bisa mereduksi jumlah kecelakaan ataupun cedera yang dialami oleh tunanetra.

Tongkat ini juga dilengkapi dengan lampu Light Emitting Diode (LED) strip pada bagian bawah hingga tengah, sebagai identitas pada malam hari, memudahkan tunanetra pengguna tongkat teridentifikasi oleh pengguna jalan lainnya.

Teknologi canggih lainnya yang disematkan pada tongkat ini yaitu komponen sistem pemosisi global atau Global Positioning System (GPS). Fitur ini, memungkinkan pihak keluarga untuk mendeteksi melalui aplikasi berbasis android keberadaan tunanetra pengguna tongkat saat tersesat.

Kemudian, alat ini dilengkapi tombol darurat atau panic button yang dapat digunakan tunanetra ketika dalam kondisi darurat atau bencana. Ketika tombol tersebut ditekan, tongkat akan mengeluarkan suara yang nyaring layaknya sirine untuk memberi peringatan kepada orang di sekitarnya.

Tongkat ini beroperasi menggunakan tenaga baterai yang dikombinasikan dengan alat panel surya, sehingga penggunaan baterainya dapat lebih hemat. Pada kondisi pemakaian normal, tenaga tongkat ini bisa bertahan selama empat hingga lima hari. Sementara baterainya dapat diisi ulang menggunakan alat pengisian baterai telepon genggam.


Dirakit para difabel

Tongkat penuntun adaptif Kartini dirakit oleh para difabel di 31 sentra milik Kementerian Sosial RI yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan Balai Besar Kartini Temanggung, Jawa Tengah, bertindak sebagai pelaksana pilot project-nya.

Ide pembuatan tongkat itu, lahir dari keinginan Menteri Sosial Tri Rismaharini saat mengumpulkan para pejabat Kemensos di Sentra Terpadu Inten Suweno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 10 Juni 2021.

Saat itu, Risma menantang pengelola 31 sentra Kemensos untuk melahirkan berbagai inovasi berupa peralatan yang dapat memudahkan aktivitas sehari-hari para penyandang disabilitas.

Salah satunya yaitu tongkat penuntun adaptif Kartini yang kini sudah diproduksi dengan desain versi kedua. Pasalnya, desain versi perdana dinilai terlalu besar dan tidak ramping, sehingga menyulitkan penggunanya.

Alat ini banyak diminati para tunanetra di tanah air. Pada tahun pertama, Kemensos telah memproduksi sekitar 5.000 unit tongkat, dengan mengandalkan sekitar sembilan difabel di masing-masing sentra miliki Kemensos.

Meski tongkat ini dibagikan secara gratis, namun para perakitnya tetap mendapatkan upah dari Kemensos. Pasalnya, setiap produksi satu tongkat, Kemensos perlu mengeluarkan biaya sekitar Rp3 juta, termasuk biaya pembelian berbagai komponen.

Kini, tongkat penuntun adaptif Kartini sedang dipatenkan oleh Biro Hukum Kemensos ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Perakitan tongkat penuntun adaptif kartini saat dimaperkan di Pertemuan Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia Pasifik 2013-2022 di Sentra Terpadu Inten Soeweno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/10/2022). (ANTARA/M Fikri Setiawan)

Pertemuan disabilitas Asia Pasifik

Tongkat penuntun adaptif Kartini menjadi salah satu dari lima inovasi yang dipamerkan oleh Kementerian Sosial RI pada Pertemuan Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia Pasifik 2013-2022 di Sentra Terpadu Inten Soeweno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 19-21 Oktober 2022.

Dalam pertemuan tersebut dipamerkan berbagai pengembangan inovasi yang dilakukan oleh Kemensos RI untuk memberikan penunjang secara maksimal kepada para penyandang disabilitas. Semua inovasi tersebut merupakan karya penyandang disabilitas dan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penyandang disabilitas.

Selain tongkat penuntun adaptif Kartini, empat inovasi lainnya adalah sensor ketinggian air minum pada gelas, yaitu merupakan alat untuk memudahkan tunanetra saat menuangkan air minum pada gelas. Alat sensor tersebut dipasang di bibir gelas, sehingga memberikan indikasi suara ketika air sudah mulai penuh.

Selanjutnya, inovasi kursi roda multiguna juga dilengkapi dengan teknologi canggih. Penyandang disabilitas yang menggunakannya tidak perlu menggerakkan roda secara manual, melainkan cukup dengan mengendalikan arah menggunakan tuas yang telah tersedia.

Inovasi lainnya, sepeda motor disabilitas merupakan kendaraan roda tiga yang dilengkapi berbagai alat pendukung kebutuhan usaha bagi disabilitas. Kendaraan tersebut dapat digunakan sebagai warung berjalan hingga usaha jahit pakaian.

Terakhir, inovasi Difabel Siaga Bencana (Difagana) adalah wadah bagi penyandang disabilitas yang bersedia menjadi relawan kebencanaan, sehingga dapat berkolaborasi dengan Tagana di lokasi bencana.

Kemensos bangga dengan berbagai inovasi yang dihasilkan oleh para penyandang disabilitas di 31 sentra difabel di Indonesia. Para penyandang disabilitas diharapkan akan lebih percaya diri dalam beraktivitas karena terbantu oleh inovasi-inovasi tersebut.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022