Jakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi memiliki sifat khas yang tidak akan meletus secara vertikal tetapi hanya mengeluarkan lelehan dan guguran berupa awan panas, longsoran lava dan materi lainnya. "Kalau Tambora meletus sampai 43 km secara vertikal, Krakatau sampai 100 m, Merapi tidak meletus, tetapi mengeluarkan lelehan lava secara perlahan dengan awan panas," kata Peneliti pada Pusat Vulkanologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Igan S Sutawijaya di sela Seminar "Menguak Misteri Mengurai Sejarah Peradaban Tambora" di kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Sabtu. Saat ini, ujarnya, magma dalam perut Merapi terus didorong ke luar dan menyebabkan ketidakstabilan di kubah lava dan kini dalam keadaan siaga atas longsoran dan gugurannya. "Ini adalah tipe Merapi, tidak meletus vartikal, namun ketika aktivitas meningkat, mengeluarkan lava dan awan panas yang sangat berbahaya karena melaju dengan kecepatan tinggi hingga 200 km per jam dengan suhu mencapai 600 derajat Celcius," katanya. Saat ini, ujar Igan, Merapi sudah mulai rontok terus yang jika seperlima kubah saja "ambrol" akan seperti kejadian tahun 1994. Kini daerah paling rawan di sisi Selatan dan Barat Daya Merapi sudah dikosongkan. Ditanya soal peralatan pemantau gunung berapi, Igan mengatakan, sebenarnya Indonesia terus mengikuti perkembangan, namun sebagian besar peralatan seperti seismograf masih analog, belum yang digital. "Padahal yang analog spare part-nya sudah tak diproduksi lagi karena semua negara sudah menggunakan yang digital," katanya. Jumlah gunung api di Indonesia mencapai 129 buah, sebanyak 32 berada di Jawa. Sedangkan yang perlu terus dipantau ada sekitar 80 buah. Saat ini ada tujuh gunung berapi yang dalam level waspada antara lain gunung Semeru di Jatim dan Talang di Sumbar, sedangkan gunung Merapi dalam status siaga.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006