Perbedaan tidak menghalangi mereka memupuk kebersamaan
Jakarta (ANTARA) - Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Momentum ini mengingatkan kepada pertempuran Arek-arek Surabaya melawan sekutu yang terjadi pada 1945. Peristiwa tersebut diwarnai aksi perobekan Bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato pada 19 September 1945.
Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 merupakan pertempuran pertama yang terjadi setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pertempuran Surabaya pun kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316 tahun 1959.
Bersamaan dengan momentum reflektif Hari Pahlawan, Pemerintah Kota Surabaya akan meluncurkan program Surabaya Bergerak dalam rangka mitigasi bencana. Program Surabaya Bergerak ini sebenarnya telah digulirkan pula ketika "Kota Pahlawan" menghadapi puncak pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu.
Ketika kasus COVID-19 tinggi, Pemerintah Kota Surabaya menggelar program Surabaya Bergerak bertajuk Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo, yang kemudian diikuti pula dengan program Surabaya Memanggil.
Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo terbentuk di tingkat RT/RW. Kampung Tangguh secara aktif membantu dalam menjaga kesehatan, keselamatan warga, serta membantu memutus penyebaran wabah dunia COVID-19 ini melalui "pendampingan" kepada masyarakat agar selalu menjaga protokol kesehatan.
Guna memperkuat upaya penanggulangan wabah COVID-19, Pemkot Surabaya juga menggagas program Surabaya Memanggil. Program yang diinisiasi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tersebut kemudian direspons para sukarelawan dari berbagai penjuru kota. Tidak kurang dari 150 sukarelawan bergabung dalam program yang dideklarasikan pada 2 Juli 2021 ini.
Para relawan mengemban tugas membantu pemerintah dalam percepatan penanggulangan COVID-19 di Kota Surabaya, seperti membantu sosialisasi mengenai protokol kesehatan dan kedaruratan medis kepada masyarakat hingga pembinaan Kampung Tangguh.
Modal sosial
Semangat kebersamaan dan kegotongroyongan yang ditunjukkan masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 tersebut merupakan satu di antara gambaran masih kuatnya kohesivitas sosial masyarakat Kota Surabaya.
Interaksi sosial yang egaliter di kota ini dapat membantu mengatasi permasalahan bersama-sama secara aktif. Kerekatan antar-unsur masyarakat tersebut diharapkan dapat menjadi modal sosial (social capital) dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan, termasuk di antaranya yang terkait dengan mitigasi bencana.
Unsur-unsur utama dalam modal sosial seperti kepercayaan individu dan kelompok, jaringan sosial masyarakat, terbentuknya lembaga pengatur, serta terjadinya umpan balik, dinilai masih terpelihara di kalangan Arek Surabaya.
Masyarakat sadar bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Dengan demikian, asumsi yang dibangun bahwa individu tidak dapat mengerjakan sesuatu yang sangat kompleks secara sendirian, tapi harus bekerja sama, bersinergi, berkolaborasi dalam pemberdayaan ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Masih terpeliharanya modal sosial itu juga dicontohkan oleh semangat kegotongroyongan masyarakat di Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, serta warga Kelurahan Tandes, Kecamatan Tandes Surabaya yang setiap tahun menggelar acara bersih desa dan sedekah bumi.
Kegiatan bersama yang merupakan perwujudan rasa syukur -- yang dalam ilmu sosial disebut sebagai jenis modal sosial bounding -- ini oleh Pemkot Surabaya diharapkan bisa dilestarikan, bahkan ditingkatkan untuk wilayah yang lebih luas.
Seperti diketahui, dalam ilmu sosial dikenal tiga jenis modal sosial yaitu social bounding, social bridging, dan social linking. Tipe social bounding ada perekat sosial, yang umumnya dalam bentuk nilai, kultur, persepsi, dan tradisi atau adat-istiadat.
Sedangkan social bridging merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Sementara social linking merupakan hubungan sosial yang dicirikan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat.
"Tradisi ini harus diteruskan. Harus dijaga. Karena ini menyatukan seluruh elemen yang ada di wilayah itu untuk menjadi saudara yang sangat kuat," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat mengikuti pawai sedekah Bumi dan bersih desa di Kelurahan Tandes, Kecamatan Tandes Surabaya.
Tradisi seperti itu diharapkan akan terus merekatkan suku, ras, dan agama seluruh warga Surabaya. Oleh karenanya, Pemkot Surabaya kini tengah menyiapkan konsep tradisi bersih desa dengan skala yang lebih besar.
Sedekah Bumi dan bersih desa merupakan satu tradisi yang tetap lestari di tengah tantangan global. Tradisi ini menunjukkan bahwa beragam tradisi budaya di Surabaya tetap hidup. Perbedaan tidak menghalangi mereka memupuk kebersamaan. Bhinneka Tunggal Ika di Surabaya, terpatri dalam keseharian masyarakatnya.
Mitigasi bencana
Modal sosial yang terpelihara dengan baik diharapkan dapat menjadi penyokong bagi proses pembangunan, utamanya dalam mitigasi bencana. Modal sosial diharapkan dapat membentuk solidaritas sosial serta membangun partisipasi masyarakat dalam mengantisipasi bencana pada saat musim hujan seperti saat ini.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan, awal musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan September hingga November 2022, dengan puncak musim hujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023.
Fenomena La Nina diprakirakan akan terus melemah dan menuju netral pada periode Desember 2022 - Januari 2023. Adapun fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) diprakirakan akan tetap negatif hingga November 2022.
Indian Ocean Dipole (IOD) negatif merupakan peristiwa menurunnya suhu muka laut pada Samudra Hindia bagian barat. Hal ini menyebabkan tekanan udara pada wilayah ini menjadi lebih tinggi dibandingkan pesisir timur Samudra Hindia yang berada dekat dengan Indonesia.
Kombinasi dari kedua fenomena tersebut (La Nina dan IOD Negatif) diprakirakan akan berkontribusi pada meningkatnya curah hujan di Indonesia. Dengan demikian, mitigasi bencana akibat banjir, tanah longsor, dan bencana hidrometeorologi lainnya, sangat penting dilakukan.
Pemkot Surabaya melalui Surabaya Bergerak mulai 10 November meluncurkan gerakan bersih-bersih selokan atau saluran tersier yang ada di kampung-kampung. Masyarakat melalui pengurus RT/RW untuk bersama-sama bergerak mengantisipasi bencana banjir yang berpeluang terjadi pada musim hujan.
Kegiatan yang melibatkan elemen pentahelix ini bertujuan membangun dan memupuk semangat gotong-royong warga menjaga kotanya. Elemen pemerintah, media massa, perguruan tinggi, pelaku usaha dan masyarakat bergerak bersama-sama mengantisipasi bencana.
Masyarakat diminta melakukan registrasi aplikasi sederhana untuk mendaftarkan kegiatannya setelah peluncuran Surabaya Bergerak pada 10 November. Pendaftaran ini dimaksudkan guna menyesuaikan daya angkut armada, agar sampah hasil kerja bakti tidak menumpuk lama. Warga bisa menjadwalkan kerja baktinya. Kerja bakti akan berlangsung setiap akhir pekan hingga akhir tahun 2022.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto menyatakan bahwa Pemkot Surabaya terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi bencana, seperti pengerukan saluran air, pemangkasan ranting-ranting pohon, dan lainnya.
Pemkot Surabaya bersama semua pihak mengupayakan mitigasi bencana berbasis masyarakat. Pemkot
Surabaya bahkan telah memetakan wilayah-wilayah yang rawan genangan, pohon tumbang, hingga banjir rob. Pemetaan bencana beserta prosedur operasional penanganannya itu sudah disampaikan kepada camat dan lurah, untuk selanjutnya disampaikan kepada warga.
Sekitar 60 rumah pompa telah disiapkan di berbagai titik di Surabaya, termasuk membuat prosedur penanganan jika terjadi bencana, seperti prosedur penanganan genangan, pohon tumbang, puting beliung, dan banjir rob.
Sebagai wujud kesiapsiagaan, Pemkot Surabaya menyiapkan pula sarana prasarana pendukung penanganan bencana, yaitu 63 puskesmas dan ambulans, lima rayon, dan 16 pos pembantu pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan 86 unit pemadam kebakaran, termasuk unit Bronto Skylift yang bisa menjangkau ketinggian 42 meter, 55 meter, dan 104 meter.
Selain itu, pintu air dan rumah pompa, tujuh posko terpadu dan 16 pos pantau, monitor pemantau cuaca yang terpasang di pesisir Surabaya, serta Command Center 112 yang siaga 24 jam dan dapat dihubungi warga secara gratis untuk kejadian darurat maupun bencana.
Semangat kepahlawanan, kebersamaan, dan kegotongroyongan "Arek-arek Suroboyo" telah diwadahi Pemkot Surabaya dalam program Surabaya Bergerak guna mitigasi bencana, mengantisipasi hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan datangnya musim hujan. Semoga ikatan sosial ini juga menjadi kekuatan Surabaya dalam membangun kotanya.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022