New York (ANTARA News) - Perdagangan minyak mentah berjangka ditutup di atas 75 dolar AS per barel di New York untuk pertama kalinya, Jumat, di tengah meningkatnya kekawatiran atas krisis nuklir Iran dan kegentingan pasokan bensin Amerika Serikat (AS). Kontrak Juni untuk minyak mentah light sweet ditutup naik 1,48 dolar AS menjadi 75,17 dolar AS per barel -- penutupan tertinggi yang pernah ada untuk kontrak bulan di muka setelah naik setinggi 75,35 dolar AS. Kontrak Mei habis masa berlakunya Kamis pada 71,95 dolar AS per barel. Di London, kontrak Juni untuk minyak mentah Laut Utara Brent juga mencapai level historis sekitar 74,79 dolar AS per barel sebelum mereda kembali ditutup pada 74,57 AS dolar, atau naik 1,39. Pasar penuh dengan kekawatiran bahwa AS akan melancarkan serangan ke fasilitas uranium di Iran, yang merupakan produsen minyak mentah terbesar keempat dunia. Pada saat yang sama, kekawatiran muncul atas kurangnya pasokan bensin AS. Tindakan apa pun terhadap Iran -anggota kedua terbesar Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak setelah yang terpenting Arab Saudi- akan mengganggu ekspor negara itu. "Tidak ada yang berubah: situasi fundamental ketat dan pasokan bensin di AS bermasalah," kata analis Barclays Capital, Kevin Norrish. Turunnya pasokan muncul menjelang musim bepergian musim panas AS, mulai Mei, ketika para pengemudi Amerika turun ke jalan berlibur, mendorong permintaan bensin. Mike Fitzpatrick dari Fimat USA mengatakan, perdagangan minggu ini sudah "agak hingar bingar karena keinginan spekulatif terkait dengan kekawatiran ketatnya pasokan bensin AS `yang ekstrim` musim panas ini." Washington menuduh Iran bekerja secara rahasia untuk membuat senjata nuklir berkedok program energi nuklir. Iran, yang mengekspor sekitar 2,7 juta barel minyak mentah per hari, menyangkal tuduhan itu dan mengatakan programnya semata-mata untuk menghasilkan energi nuklir. Para pedagang juga kawatir bahwa sekitar 20,0 persen hasil minyak mentah Nigeria tetap macet menyusul serangan pemberontak belakangan ini atas instalasi energi di Delta Niger. Nigeria adalah produsen minyak mentah terbesar Afrika. "Ada kemungkinan besar gangguan lebih jauh di Nigeria karena kami belum melihat akhir dari serangan-serangan ini," kata Tony Nunan, seorang manajer resiko untuk Mitsubishi Corp di Tokyo. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006