Dari pandangan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Laurent Bahang Bama, Sensus Pajak Nasional oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan mampu meningkatkan pendapatan negara melalui pajak.


"Yang kita harapkan dari Sensus Pajak Nasional ini, baik dari pajak perorangan, pajak badan usaha dapat meningkatkan penerimaan negara," kata Laurent Bahang Bama.


Anggota DPR dari Partai Amanat Nasional itu mengatakan jika potensi penerimaan negara dari sektor pajak rendah, maka itu karena masih banyak badan usaha dan perorangan mengemplang dari kewajibannya membayar pajak.


Ia menyebutkan, sekitar 10 juta badan usaha yang harus membayar pajak, namun hanya sekitar 446 ribu badan usaha yang memenuhi kewajibannya membayar pajak.


Begitu juga dengan wajib pajak perorangan. Saat ini ada sekitar 40 juta orang pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tapi baru 8 juta orang yang membayar pajak.


"Ini potensi yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan selama ini belum terkelola dengan baik," kata Laurent.


Dari data itu, jelas terlihat bahwa penerimaan pajak memang masih ditingkatkan lebih banyak lagi. "Sekarang saja penerimaan negara melalui pajak sebesar Rp 1.030 trilyun.


Kalau dimaksimalkan 'tax ratio'nya, penerimaan pajak bisa naik hingga Rp 1.200-1.300 trilyun sehingga anggaran kita seimbang dan mampu mengatasi defisit," menurutnya.


Berkaitan dengan itu, Sensus pajak Nasional dianggapnya langkah yang cepat dan tepat, demi memangkas defisit dari setoran pajak itu.


"Tidak telat diadakan Sensus Pajak Nasional. Ini karena Dirjen Pajak Fuad Rahmani sangat peduli soal pajak. Dampaknya sangat besar bagi pembangunan negara. Jadi tidak ada kata terlambat," pandang Laurent.


Rendahnya penerimaan negara dari sektor pajak karena ada pihak-pihak yang menganggap pajak tidak penting.


Pihak yang dinilainya masih enggan membayar pajak adalah sektor migas. Padahal, pendapatan negara dari migas mencapai Rp 270 trilyun. Laurent melihat kasus ini terjadi karena sistem birokrasi yang tumpang tindih sehingga Ditjen Pajak tak bisa langsung mencapai BP Migas.


"Dari sektor migas, bisa dihasilkan pajak sekitar Rp 70 trilyun dan itu bisa ditingkatkan dua kali lipat," kata Laurent. Ditjen pajak pun saat ini sudah mengeluarkan aturan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah melakukan audit pajak migas.


"Khususnya pajak kita dari sektor Migas. Hal itu karena adaperjanjian-perjanjian yang belum disentuh. Ditjen Pajak tak bisa langsung dan itu menjadi persoalan. Kita harapkan Ditjen Pajak meningkatkan penerimaan pada sektor migas," tambah Laurent.


Akibat ulah para pengusaha dan sektor pengemplang pajak yang belum sadar untuk membayar kewajibannya, masyarakat kecil yang taat pajak pun ikut terkontaminasi.


"Kenapa orang enggan bayar pajak karena masyarakat melihat contoh dulu. Betul nggak, orang-orang besar bayar pajak. Orang-orang kecil akan berpikiran, ngapain kita membayar pajak kalau mereka juga tidak," katanya.


Untuk itu, Laurent mendesak Ditjen Pajak memprioritaskan penagihan pajak perusahaan atau badan usaha yang skala besar.


Narasumber: Laurent Bahang Bama, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia


Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012