Jakarta (ANTARA) - Organisasi berbasis kepentingan sipil dan lingkungan Nexus3 Foundation mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada industri daur ulang plastik dan kertas agar bisa menciptakan kegiatan daur ulang yang bersih di Indonesia.
Penasihat Senior sekaligus Co-Founder Nexus3 Yuyun Ismawati mengatakan industri daur ulang plastik dan kertas acapkali mengimpor limbah campuran yang menimbulkan beban bagi lingkungan.
"Kalau kontainernya bersih, harga atau bea masuknya lebih ringan. Tapi kalau tercampur banyak begitu dikenakan pajak saja (nominal) dibesarkan karena itu sebetulnya menjadi beban lingkungan di Indonesia meskipun mereka tanggung sendiri," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pakar: Ekonomi sirkular solusi atasi persoalan sampah plastik nasional
Yuyun mencontohkan ada pabrik kertas yang mengimpor kertas beserta plastik. Pabrik kertas itu punya tempat pembuangan akhir (TPA) plastik sendiri, bukan TPA umum.
Menurutnya, hampir semua industri daur ulang berskala besar melakukan praktik tersebut. Mereka punya TPA sendiri, ada TPA yang berada di dalam pabrik dan ada juga yang terletak di luar pabrik dengan mengontrak tanah.
"Kalau ada orang jahat lempar bom molotov atau petasan di sana, itu TPA bisa kebakaran berhari-hari yang menimbulkan risiko lingkungan," kata Yuyun.
Ia menyampaikan, apabila pemerintah memberikan insentif kepada industri daur ulang plastik dan kertas, maka mereka akan berlomba menjalankan praktik bisnis yang bersih karena semua perusahaan saat ini wajib menerapkan aspek environmental, social, and governance (ESG).
Baca juga: Program CommuniTEA ajak masyarakat daur ulang sampah plastik
Selain rekomendasi insentif, Nexus3 juga mengusulkan adanya peta jalan pengurangan impor limbah plastik dan kertas. Peta jalan itu menjadi dasar untuk mengetahui kebutuhan industri daur ulang dan persentase peningkatan pasokan dari dalam negeri supaya impor berkurang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor limbah plastik Indonesia terbanyak terjadi pada tahun 2018 dengan angka mencapai 283,15 ton. Angka itu memperlihatkan masih ada kebutuhan dari industri daur ulang plastik di Indonesia.
Pada 2020, data impor limbah non-B plastik mengalami penurunan sebesar 181,71 ton.
Sedangkan untuk produksi kertas, kebutuhan kertas daur ulang mencapai 8,6 juta ton, di mana hanya 40 sampai 60 persen pasokan yang bisa diperoleh dari dalam negeri.
Baca juga: Pabrik daur ulang plastik solusi ekosistem keberlanjutan Indonesia
Data BPS menunjukkan impor limbah kertas terjadi paling banyak pada tahun 2019 dengan angka mencapai 3,18 juta ton dan menurun menjadi 3 juta ton pada tahun 2020.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022