tidak ada poin yang krusial dibahasKudus (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan (omnibus law) belum ada urgensinya untuk dibuat sekarang, mengingat sistem kesehatan nasional masih perlu ada perbaikan agar semakin baik.
"Jika kami lihat substansi dari RUU tentang Kesehatan tersebut, memang tidak ada urgensinya serta tidak ada poin yang krusial dibahas," kata Ketua IDI Kabupaten Kudus Ahmad Syaifuddin saat menggelar konferensi pers pernyataan sikap organisasi profesi terhadap RUU tentang Kesehatan (omnibus law) di aula kantor IDI Kudus, Kamis.
Hadir dalam konferensi pers tersebut, Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kudus Masvan Yulianto, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Kudus Solikul Umam, Ketua Ikatan Bidan Kudus Darini, dan Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Kudus Rustanto Heru Jati.
Bahkan, kata Syaifuddin, jika dilihat poin-poin dalam RUU tersebut, justru banyak merugikan kepentingan umum.
Baca juga: Penguatan layanan kesehatan perlu libatkan organisasi profesi
Baca juga: OP kesehatan sebut belum dilibatkan dalam penyusunan RUU Kesehatan
Selama ini, imbuh dia, organisasi profesi justru menerapkan aturan ketat terhadap anggotanya mulai dari menjaga etika hingga disiplin profesi agar tidak merugikan masyarakat.
Kalaupun RUU tersebut dipaksakan, maka IDI Kudus berharap UU Profesi yang sudah ada jangan dihapuskan karena selama ini peran organisasi profesi menjaga anggotanya melakukan pekerjaan sesuai kaidah yang ada.
Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kudus Masvan Yulianto menambahkan bahwa selain belum ada urgensinya, pembahasan RUU tentang Kesehatan (omnibus law) tersebut juga terkesan mendadak karena dilakukan pada akhir-akhir pemerintahan.
"Jika hendak memperbaiki, maka diperbaiki semua dengan melibatkan banyak organisasi profesi jangan ada satupun yang tertinggal," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Solikul Umam bahwa ketika jadi dibuat, maka jangan sampai aturan terkait apoteker yang terlebih dahulu ada dihapuskan karena organisasi profesi juga sebagai filter terhadap anggotanya untuk meminimalkan risiko legalitas data anggotanya.
Selain itu, imbuh dia, selama ini IAI sudah bisa praktik dengan baik. Kekhawatiran justru terkait apoteker rawan dikriminalisasi ketika RUU tentang Kesehatan tersebut dilanjutkan.
Baca juga: Pakar: Perlu UU omnibus law terkait kesehatan agar efektif
Selama ini, imbuh dia, organisasi profesi justru menerapkan aturan ketat terhadap anggotanya mulai dari menjaga etika hingga disiplin profesi agar tidak merugikan masyarakat.
Kalaupun RUU tersebut dipaksakan, maka IDI Kudus berharap UU Profesi yang sudah ada jangan dihapuskan karena selama ini peran organisasi profesi menjaga anggotanya melakukan pekerjaan sesuai kaidah yang ada.
Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kudus Masvan Yulianto menambahkan bahwa selain belum ada urgensinya, pembahasan RUU tentang Kesehatan (omnibus law) tersebut juga terkesan mendadak karena dilakukan pada akhir-akhir pemerintahan.
"Jika hendak memperbaiki, maka diperbaiki semua dengan melibatkan banyak organisasi profesi jangan ada satupun yang tertinggal," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Solikul Umam bahwa ketika jadi dibuat, maka jangan sampai aturan terkait apoteker yang terlebih dahulu ada dihapuskan karena organisasi profesi juga sebagai filter terhadap anggotanya untuk meminimalkan risiko legalitas data anggotanya.
Selain itu, imbuh dia, selama ini IAI sudah bisa praktik dengan baik. Kekhawatiran justru terkait apoteker rawan dikriminalisasi ketika RUU tentang Kesehatan tersebut dilanjutkan.
Baca juga: Pakar: Perlu UU omnibus law terkait kesehatan agar efektif
Baca juga: Organisasi profesi terus dorong perbaikan sistem kesehatan
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022