Dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace tentunya dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien

Jakarta (ANTARA) - PT Timah Tbk melakukan transformasi teknologi pengolahan timah kadar rendah dengan membangun Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sekretaris Perusahaan Timah Abdullah Umar Baswedan mengatakan fasilitas Ausmelt Furnace itu telah rampung 100 persen dan mulai beroperasi pada akhir November 2022.

"Pengoperasian ausmelt dapat menekan cost pengolahan sebesar 25 persen dibandingkan dengan menggunakan Reverberatory Furnace," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis.

Abdullah menuturkan tujuan transformasi teknologi pengolahan itu untuk optimalisasi teknologi, peningkatan kapasitas, efisiensi produksi dan keselamatan serta kesehatan lingkungan.

"Dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace tentunya dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien," ucapnya.

Pada 20 Oktober 2022 lalu, Presiden Joko Widodo mengunjungi proyek pembangunan Ausmelt Furnace yang dikolaborasikan bersama PT Wijaya Karya sebagai bentuk sinergi BUMN.

Joko Widodo menyampaikan bahwa kehadiran TSL Ausmelt Furnace sebagai upaya untuk mendorong hilirisasi dalam konteks ketersediaan mineral timah sebagai komoditas.

PT Timah menggandeng Outotec Australia yang berpusat di Finlandia sebagai provider teknologi TSL Ausmelt Furnace.

Kemudian, pembangunan TSL Ausmelt Furnace adalah strategi untuk menjawab tantangan yang dihadapi industri pertambangan timah saat ini lantaran ketersediaan biji timah dengan kadar tinggi atau di atas 70 persen sudah terbatas.

Teknologi peleburan timah yang dimiliki PT Timah saat ini, Tanur Reverberatory tidak mempunyai fleksibilitas mengolah konsentrat bijih timah kadar rendah di bawah 70 persen. Selain itu, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk melebur timah dan perak.

Tanur Reverberatory menggunakan bahan bakar minyak dengan reduktor batu bara jenis antrasit yang lebih banyak dan membutuhkan biaya yang relatif besar.

Untuk mampu bersaing dengan industri pertambangan timah dunia, perseroan harus menekan biaya produksi sehingga penggunaan teknologi menjadi hal yang harus dilakukan untuk menjawab tantangan ke depan.

Abdullah Umar berharap TSL Ausmelt Furnace mampu mengolah konsentrat bijih timah dengan kadar rendah mulai dari 40 persen dengan kapasitas produksi 40.000 ton timah kasar per tahun atau 35.000 metrik ton ingot per tahun.

Selain itu, dari sisi pengoperasian TSL Ausmelt Furnace dilakukan dengan proses otomasi dengan sistem kontrol. Fasilitas TSL Ausmelt Furnace menggunakan bahan bakar batu bara jenis sub-bituminus yang cenderung lebih mudah didapatkan di Indonesia.

Waktu pengolahan juga lebih singkat karena satu batch pengolahan hanya membutuhkan waktu sekitar 10,5 jam. Sedangkan, Reverberatory membutuhkan waktu 24 jam per batch.

"Selain itu, di tengah gencarnya isu lingkungan yang menyoroti perusahaan pertambangan, TSL Ausmelt Furnace lebih safety dan menerapkan teknologi ramah lingkungan karena dilengkapi dengan hygien sistem dan waste water treatment," imbuhnya.

Baca juga: Kemenko Polhukam mendorong Babel atasi tambang timah ilegal
Baca juga: KLHK apresiasi komitmen PT Timah kedepankan "Green Economy"
Baca juga: PT Timah investasi Rp1,2 triliun bangun smelter TSL di Bangka Barat

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022