Mataram (ANTARA) - Nama Pulau Lombok yang berada di sepelemparan batu dari Pulau Dewata Bali, baik di level nasional atau internasional sudah sangat dikenal.
Dikenal dari sisi keindahan pantainya sampai pegunungannya, yakni, Gunung Rinjani. Pantai yang bisa disebut masih perawan alias belum dipoles menjadi ciamik. Sebut saja nama Senggigi, Gili Trawangan atau Kuta Mandalika, pikiran pecinta traveling sudah langsung tertuju ke Pulau Lombok. Tanpa perlu lagi membuka google map.
Belum lagi sikap warganya yang ramah dan selalu mengedepankan toleransi sesama warga, menjadi aset kekayaan pariwisata ke depannya. Terlebih lagi, kini Pulau Lombok punya hajat otomotif internasional, yakni World Superbike dan MotoGP di Sirkuit Kuta Mandalika.
Teringat rekan yang pernah berdinas di Negeri Kincir Angin atau Belanda yang menyebutkan warga Belanda sampai sekarang begitu tertanam pikirannya, kalau berlibur ke Indonesia pasti Bali dan Lombok.
"Hanya dua nama tempat itu yang sering disebut sama orang Belanda dan akan dikunjungi jika liburan ke Indonesia," katanya, beberapa hari lalu.
Melihat potensi demikian, Lombok layak optimistis mendapatkan "durian runtuh" alias cuan pariwisata dari ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022, semakin terbuka lebar.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali Anggiat Napitupulu menyebutkan delegasi yang akan hadir mengikuti G20 mencapai 12.750 orang, termasuk jurnalis dari seluruh dunia.
Kemudian Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dipastikan menjadi salah satu lokasi parkir pesawat delegasi VVIP perhelatan internasional Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
"Karena Bandara Lombok menjadi salah satu lokasi parkir pesawat delegasi VVIP G20 2022. Kami memastikan ketersediaan parking stand bagi pesawat delegasi," kata Humas PT Angkasa Pura (AP) I Bandara Lombok Arif Haryanto.
Menjadi pertanyaan puluhan ribu delegasi itu apakah akan langsung pulang ke negaranya atau jalan-jalan dahulu? Jawabnya, pasti mereka akan jalan-jalan dulu mencari tempat yang eksotik, khususnya yang belum menyempatkan sebutan "Hallo Lombok".
Bayangkan saja jika setengah dari delegasi itu berkunjung ke Lombok, berapa banyak "cuan" masuk ke dunia pariwisata di NTB. Ditambah lagi dengan kru pesawat, termasuk sejumlah tim supporting delegasi yang stay di Lombok.
Tentunya mereka akan mencari penginapan, mencari objek wisata, mencari oleh-oleh, mencari makanan, sampai mencari jasa transportasi. Paling tidak seminggu mereka akan menetap di Lombok menjelang sampai berakhirnya ajang G20.
Sayangnya, menyambut sampai sosialisasi G20 di Pulau Lombok ini, khususnya oleh pemerintah daerah terhitung minim, yang berdampak pada pemahaman G20 di dunia pariwisata pun minim.
Seharusnya pemangku kebijakan dunia pariwisata, termasuk bagian promosi pariwisata serta pelaku dunia pariwisata di NTB tersebut, solid bahu membahu untuk menyambut ajang G20, apalagi Sirkuit Mandalika menjadi tuan rumah balapan motor internasional World Superbike (WSBK) pada 11-13 November.
Apalagi saat ini dunia pariwisata di dunia harus berterima kasih dengan era digital. Manfaatkan segala lini platform digital promosi dengan mengabarkan potensi pariwisata di Lombok.
Promosikan dengan baik dan tersistem satu induk resmi, mulai dari keindahan pantai, gunung, air terjun sampai seni budaya. Buat buku pariwisata seperti lonely planet, termasuk peta objek wisata serta hotel sampai jasa transportasi, yang menjadi petunjuk untuk wisatawan.
Ajang seni budaya yang menjadi ikon tentu juga wajib ada. Tapi saat ini di Lombok masih "adem ayem" saja. Jika ada ajang parade ribuan "Gendang Belek" (alat musik khas Suku Sasak) sambil dihadirkan barisan pengguna pakaian tenun sasak, mungkin ribuan wisatawan asing akan memasukkan dalam kalender liburan mereka setiap tahunnya.
Tapi kegiatan seni budaya itu belum ada. Kegiatan yang ada saat ini masih bersifat sporadis dan belum menyentuh pemikiran membuat ajang yang magnitudonya besar serta menjadi ikon Pulau Lombok.
Apalagi, jika ada ajang seni budaya "Road to G20 & WSBK" dengan menawarkan atraksi seni budaya, misalnya grup musik nasional tampil di Gili Trawangan, kemudian penyanyi lainnya tampil di kaki Gunung Rinjani, tepatnya di Sembalun, Lombok Timur, atau di Kota Mataram ada pertunjukan grup musik lainnya. Demikian pula di daerah lainnya.
Maksimal satu bulan ajang "Road to G20 & WSBK", para wisatawan dijamin akan tinggal lama di Pulau Lombok karena ada niat lain selain menikmati keindahan alam.
Kemudian usaha mikro kecil menengah (UMKM) terus dibina yang bisa bersinergi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena mereka sudah profesional dalam membina sektor tersebut. Dengan demikian, bisa menguasai digitalisasi promosi.
Ingat makna "sport tourism" adalah bagaimana sebuah kegiatan olahraga memiliki efek domino kepada sektor lainnya, sampai menyentuh kepada UMKM kecil. Jadi, bukan ajang yang sekadar "menara gading".
Pekerjaan dunia pariwisata ini memang harus dirasakan seninya. Karena pariwisata tidak terlepas dari seni budaya yang mengagungkan nilai "rasa", sehingga dalam menjalankan juga penuh "rasa" yang murni dari jiwa.
Jadi teringat keterangan dari anggota Tim Monev Akselerasi KEK Pariwisata Kemenparekraf RI Taufan Rahmadi bahwa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali akan memberikan manfaat untuk kebangkitan pariwisata di Nusa Tenggara Barat.
"Hal ini akan memberikan manfaat bagi upaya percepatan kebangkitan pariwisata di NTB," katanya.
Bahkan G20 adalah acara dengan publikasi tingkat dunia, promosi dan branding lombok NTB sebagai destinasi utama dunia akan semakin kuat.
Dengan masih adanya kekurangan tersebut, yang optimistis masih bisa diperbaiki. Mari sambut G20 dengan sorak sorai dunia pariwisata.
Tak ada kata terlambat, asalkan kita mau demi kemajuan bersama.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022