Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi terhadap penanganan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak (RSKDIA) Siti Fatimah Makassar, Sulawesi Selatan, yang ditangani kejaksaan tinggi setempat.

Bentuk supervisi yang dilakukan tersebut ialah memfasilitasi kehadiran dua ahli di persidangan untuk memperkuat pembuktian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel.

"KPK memberikan supervisi perkara ini agar penanganan bisa berjalan lebih lancar berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 4 Tahun 2022," kata Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK Jarot Faizal seperti dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu.

Jarot menjelaskan dalam kegiatan supervisi tersebut, KPK menghadirkan dua orang ahli di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Dua ahli itu masing-masing ialah ahli pengadaan barang dan jasa dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Fahrurozi pada persidangan Senin (31/10). Ahli berikutnya adalah auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Triyo yang dihadirkan pada persidangan Selasa (1/11).

"Dua ahli yang dihadirkan KPK dalam pendapatnya telah memperkuat dakwaan jaksa penuntut umum," kata Jarot.

Baca juga: Korupsi Alkes, eks pejabat Kemenkes divonis 2 tahun penjara

Sebelum sampai pada tahap persidangan, KPK juga telah melakukan supervisi kasus korupsi pengadaan alkes RSKDIA Siti Fatimah tersebut sejak penyidikan di Polda Sulsel.

"Perkara tersebut merupakan perkara supervisi KPK tahun 2022 pada Polda Sulawesi Selatan," ungkapnya.

KPK menjelaskan kasus tersebut muncul ketika RSKDIA Siti Fatimah, yang merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulsel, melakukan pengadaan berbagai jenis alkes pada 2016 dengan total anggaran sekitar Rp20 miliar.

Namun, pengadaan itu diduga terdapat tindak pidana korupsi karena membeli dari pasar gelap yang disertai mark up harga alkes di dalamnya.

Koordinasi dan supervisi tersebut merupakan bentuk sinergisme antara KPK dan aparat penegak hukum lain dalam penuntasan perkara korupsi, berdasarkan Pasal 6 huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang mengamanatkan KPK melakukan supervisi dengan instansi berwenang dalam tindak pidana korupsi.

Sebagai bagian tugas supervisi perkara, selain dapat mengambil alih perkara, KPK juga dapat melakukan fasilitasi penanganan perkara korupsi seperti pencarian daftar pencarian orang (DPO), pemeriksaan fisik, pelacakan aset, pemberian keterangan ahli, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan yang ditanggung biayanya oleh KPK.

Baca juga: Koalisi antikorupsi Makassar gelar ritual tolak bala persoalan KPK

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022