Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan bukti berupa dokumen terkait putusan usai penggeledahan di ruang hakim agung dan sekretaris Mahkamah Agung (MA) di Gedung MA, Jakarta, Selasa (1/11).
"Selasa, tim penyidik telah selesai menggeledah beberapa ruangan di Gedung MA RI. Ruangan yang dimaksud di antaranya adalah ruang kerja sekretaris MA dan ruang hakim agung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) sebagai tersangka. Dari penggeledahan itu, tim penyidik menemukan dan mengamankan dokumen putusan yang diduga terkait dengan penyidikan kasus tersebut.
Ali mengatakan terhadap bukti itu akan dianalisis dan segera disita untuk dikonfirmasi kembali kepada saksi-saksi dan para tersangka.
KPK total menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka sebagai penerima ialah SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara tersangka selaku pemberi suap ialah dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Baca juga: KPK panggil staf asisten Sudrajad Dimyati terkait kasus suap perkara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan awalnya terdapat laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas KSP Intidana di PN Semarang. Perkara tersebut diajukan HT dan IDKS, dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.
Saat proses persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA. Selanjutnya, HT dan IDKS mengajukan kasasi dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.
Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung dan fasilitator dengan majelis hakim. YP dan ES berharap nantinya pegawai kepaniteraan MA itu bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan mereka.
Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES dengan adanya pemberian sejumlah uang adalah DY. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Baca juga: Sekretaris MA mengaku dikonfirmasi KPK soal tugas pokok MA
KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai perwakilan SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Sementara itu, sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim diduga berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sekitar 202 ribu dolar Singapura atau Rp2,2 miliar.
Uang tersebut dibagi dengan nilai pembagian DY mendapat Rp250 juta, MH menerima Rp850 juta, ETP memperoleh Rp100 juta, dan SD menerima Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.
Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP Intidana pailit.
Baca juga: KPK geledah ruang hakim agung dan sekretaris MA
Baca juga: KPK periksa Sekretaris MA hingga asisten Sudrajad Dimyati
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022