Pengungkapan uang palsu itu tidak sekonyong-konyong, tetapi menggunakan metode-metode dan pengembangan di lapangan.
Sukoharjo (ANTARA) - Tim gabungan Polres Sukoharjo dan Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap tempat percetakan yang memproduksi uang palsu (upal) di Kampung Larangan, RT 1/RW 2, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo dengan lima tersangka.
Kapolda Jateng Irjen Pol. Ahmad Luthfi, dalam konferensi Pers di Mapolres Sukoharjo, Selasa, mengatakan bahwa polisi menangkap lima pelaku beserta barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu dengan total Rp1,260 miliar.
Lima pelaku yang hingga sekarang masih ditahan Mapolres Sukoharjo, yakni Shofi Udin (warga Semarang), Rino (warga Klaten), tukang sablon Sarimin (warga Banyumas), pemilik percetakan Irvan Mahendra (warga Karanganyar), dan Jefrie Susanto (warga Jakarta).
Atas pengungkapan kasus tersebut, Kapolda Jateng mengapresiasi jajaran Polres Sukoharjo dan personel Polda Jateng. Hal ini mengingat pengungkapan uang palsu itu tidak sekonyong-konyong, tetapi menggunakan metode-metode dan pengembangan di lapangan.
Apalagi, tempat kejadian perkara ini, kata dia, diungkap lintas polda, yakni Polda Jateng, Jatim, dan Polda Lampung.
Kronologis pengungkapan kasus peredaran uang palsu di wilayah Jateng, menurut Kapolda, ada empat kasus dengan lima tersangka beserta barang bukti uang palsu Rp1,260 miliar.
Lima tersangka berhasil diamankan di Jateng, tiga tersangka di Mesuji Lampung, kemudian di Jawa Barat menurut Kapolda masih daftar pencarian orang (DPO), Begitu pula di Jawa TImur pelaku masuk DPO.
"Kenapa di wilayah Jateng penting? Karena di wilayah ini tempat kejadian perkara, tempat uang palsu itu diproduksi. Jadi, percetakan yang omzetnya sangat luar biasa itu di Kampung Larangan, RT 1/RW2, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo," ujarnya.
Baca juga: Polisi tangkap delapan tersangka pembuat dan pengedar uang palsu
Baca juga: Polres OKU bongkar sindikat pengedar uang palsu antar kabupaten
Pengungkapan peredaran uang palsu tersebut diawali pada tanggal 7 Oktober telah ditemukan 26 lembar uang palsu. Setelah dikembangkan pada tanggal 12 Oktober, polisi sita Rp40 juta dari pelaku Shofi Udin di Semarang.
Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober, diungkap kembali Rp385 juta di Brayat Kabupaten Klaten dengan pelaku Rino. Kasus ini dikembangkan lagi pada tanggal 28 Oktober, pelaku di Bandung, kemudian ada tiga pelaku menjadi DPO di Jabar.
Pada tanggal 17 Oktober ditemukan barang bukti Rp31,9 juta di Sukoharjo, kemudian diungkap barang bukti dan pelaku di Surakarta. Artinya, kata Kapolda, dari beberapa pelaku ini, tim gabungan Polres Sukoharjo dan Polda Jateng mengungkap tempat produksi uang palsu di Sukoharjo.
Modus operasi, kata Kapolda, yang bersangkutan pertama memproduksi uang palsu, kedua dengan menggunakan perantara atau tenaga pemasaran.
"Jadi, ada yang mencetak uang palsu dan yang mengedarkan, kemudian ada pula sebagai kurir mencari calon pembeli, termasuk dia membelanjakan uang itu untuk sehari-hari," kata Irjen Pol. Ahmad Luthfi.
Pelaku juga menjual uang palsu Rp1 juta dengan harga Rp300 ribu uang asli. Motif pelaku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena desakan ekonomi. Dalam kasus ini, pihaknya mengamankan 11 unit mesin cetak buatan Jerman.
Adapun pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak, atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu bagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 27 ayat (1) Pasal 26 ayat (1) Pasal 37 ayat (1) dan/atau Pasal 36 ayat (1).
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Eva Yuliana yang juga hadir menyatakan sebagai wakil rakyat mengapresiasi Polda Jateng bersama jajarannya dan Polres Sukoharjo bersama jajarannya yang berhasil mengungkap peredaran uang palsu di Jateng.
"Kami berharap kasus ini segera dituntaskan sehingga masyarakat bisa aman dan tenteram," kata Eva.
Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022