Mungkin kita akan menghadapi krisis, namun jika dapat memahami dan menanggapi dengan tepat, kita akan dapat mengatasinya
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur Bank Hana Park Jong Jin menyatakan pihaknya telah siap menghadapi gejolak ekonomi global pada 2023, terutama ancaman resesi baik di negara maju maupun negara berkembang.
Menurut Park, meski ada kelonggaran pada kebijakan pandemi COVID-19 pada tahun ini, ekonomi global 2023 akan terus terdampak karena adanya konflik geopolitik yang berkelanjutan dan pengetatan kebijakan moneter yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Mungkin kita akan menghadapi krisis, namun jika dapat memahami dan menanggapi dengan tepat, kita akan dapat mengatasinya. Sama halnya dalam mengatasi pandemi COVID-19, Bank Hana akan terus menjadi mitra keuangan yang terpercaya bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujar Park Jong Jin dalam sambutannya di Hana Bank Economic Outlook 2023 di Jakarta, Senin.
Dalam keterangannya yang diterima, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu yang hadir dalam acara tersebut juga mengatakan pemerintah mengajak masyarakat untuk optimistis dalam memandang risiko dan ketidakpastian global yang sekarang terjadi.
Menurut dia, selama delapan tahun terakhir, pemerintah bersama dengan masyarakat telah memupuk modal penting menciptakan pembangunan yang kondusif.
Hal itu tercermin dalam APBN 2023 yang memfokuskan kepada agenda-agenda utama yakni SDM unggul, produktif, dan inovatif, akselerasi pembangunan infrastruktur khususnya dalam bidang energi, pangan, konektivitas, dan ICT, efektivitas reformasi birokrasi, revitalisasi industri dengan hilirisasi yang semakin kuat, dan pengembangan pembangunan ekonomi hijau.
Menurut Febrio, di tengah ketidakpastian global, Indonesia masih terus mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2023 mencapai 5,3 persen. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi ke depannya mesti semakin kuat dan berkualitas.
"Pandemi COVID-19 telah berdampak besar pada perekonomian global. Pergeseran risiko menjadi tantangan yang tidak kalah besarnya. Untuk itu, kami berharap Hana Bank Economic Outlook 2023 menjadi forum kondusif untuk melihat, menganalisis, memerhatikan peluang yang dapat diambil, memitigasi tantangan, dan menggali peluang, khususnya di bidang perbankan, supaya bisa berperan kuat dan berkontribusi dalam mempercepat pemulihan ekonomi, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka panjang," ujarnya.
Sementara itu, ekonom senior dari Universitas Indonesia Muhamad Chatib Basri memberikan gambaran bahwa resesi global tentu akan berpotensi memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut dia, salah satu penyebab utama terjadi resesi global karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang baru diberlakukan belakangan ini.
Akibatnya, ekonomi Amerika Serikat melambat dan secara langsung memperlambat laju perekonomian secara global. Salah satu yang terkena dampaknya adalah harga komoditas dan energi. Indonesia menjadi negara yang bergantung dengan dua sektor tersebut juga tentu merasakan dampaknya.
"Ketika Amerika Serikat mengalami resesi, tentu ini akan berpengaruh terhadap perekonomian di negara lain, termasuk ekonomi Indonesia juga akan mengalami perlambatan," ujar Chatib.
Dia pun kembali menjelaskan, terpengaruhnya perekonomian Indonesia terhadap hal yang terjadi secara global setidaknya dari dua sisi. Dari sisi jalur perdagangan, resesi global akan mengakibatkan melambatnya ekspor Indonesia.
Namun, kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia relatif kecil yakni sekitar 25 persen jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura, Korea Selatan, Malaysia, atau negara-negara lain yang berorientasi ekspor.
Di samping itu, krisis geopolitik yang terjadi yaitu Perang Rusia-Ukraina, masih membuat harga batu bara relatif tinggi. Maka, Indonesia semakin tertolong karena dampak jalur perdagangan terhadap ekonomi negara relatif terbatas.
Sedangkan di jalur keuangan, Chatib melihat adanya tekanan terhadap mata uang rupiah akibat menguatnya mata uang dolar AS yang terjadi karena pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam relatif membaik dibandingkan Eropa serta kenaikan bunga yang dilakukan oleh bank sentral AS The Fed.
Baca juga: LINE Bank by Hana Bank luncurkan fitur pinjaman digital
Baca juga: Hana Bank gaet Kredit Pintar salurkan pinjaman Rp100 miliar
Baca juga: Bank ini manjakan nasabah dengan layanan ber-kedai kopi
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022