Lula akan menjadi presiden ke-39 Brazil pada 1 Januari 2023 setelah sebelumnya menjabat sebagai presiden ke-35 negara itu pada 2003-2010.
"Saya menganggap bahwa saya memiliki proses kebangkitan dalam politik Brazil. Mereka mencoba mengubur saya hidup-hidup, dan sekarang saya di sini untuk memerintah negara. Dalam situasi yang sangat sulit, tetapi saya yakin bahwa dengan bantuan rakyat, kita akan menemukan jalan keluar dan memulihkan perdamaian," tulisnya di Twitter.
Selama masa jabatan sebelumnya, Lula membantu mengangkat sekitar 30 juta warga Brazil keluar dari kemiskinan dengan sejumlah program sosial.
Mantan presiden sayap kiri itu tetap menjadi pemimpin populer yang pernah mencatatkan ekonomi kuat dengan tingkat persetujuan publik yang tinggi, ketika dia meninggalkan kantor kepresidenan pada 31 Desember 2010.
Lula, mantan pemimpin serikat pekerja, mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2018 sampai hukuman korupsi dan pencucian uang membatasi aspirasi politiknya. Dia dikirim ke penjara dan Bolsonaro, mantan kapten tentara, memenangi kursi kepresidenan.
Pada 2019, Lula dibebaskan dari penjara setelah vonis terhadapnya dibatalkan Mahkamah Agung, yang memungkinkan dia untuk mencalonkan diri lagi.
Dengan 99,55 persen suara selesai dihitung, Lula telah unggul 50,88 persen dengan mengumpulkan 60.048.560 suara, menurut data dari Mahkamah Agung Pemilihan.
Sementara itu, Bolsonaro memperoleh 49,12 persen atau 57.976.538 suara.
Sekitar 156 juta pemilih memenuhi syarat untuk memberikan suara dalam pemilihan presiden di negara itu, di mana mencoblos adalah kewajiban.
Lebih dari 697.000 warga Brazil yang tinggal di luar negeri juga berhak memilih, menurut kantor berita publik nasional Agencia Brasil.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Survei: Lula kalahkan Bolsonaro dalam pilpres putaran kedua Brazil
Baca juga: Survei: Lula dan Bolsonaro punya peluang sama menang di pilpres Brazil
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022