Kalau setahun belum bicara sebenarnya sudah terlambat tapi biasanya orang tua masih menganggap tidak apa-apa

Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher (THT KL) Rangga Rayendra Saleh mengingatkan para orang tua agar mewaspadai potensi gangguan pendengaran jika balita belum bisa berbicara pada usia setahun.

“Kalau setahun belum bicara sebenarnya sudah terlambat tapi biasanya orang tua masih menganggap tidak apa-apa dan datang ke kita sudah pada 2 tahun dan 3 tahun sehingga sebenarnya sudah banyak waktu yang terbuang,” kata Rangga dalam diskusi HUT Ke-103 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang ditayangkan secara daring diikuti di Jakarta, Senin.

Rangga menjelaskan bahwa salah satu penyebab gangguan pendengaran adalah akibat gangguan saraf atau sensorineural hearing loss. Pada anak, gangguan tersebut dapat mengganggu tumbuh kembang karena fungsi pendengaran dan bicaranya terganggu.

“Fungsi pendengaran sebagai input, kalau terganggu outcome-nya akan terjadi gangguan komunikasi dan gangguan bicara. Sehingga tentunya ingin menjadi hambatan bagi anak-anak untuk kita berkontribusi atau bisa memberikan performa yang optimal pada kehidupan ke depannya,” ucapnya.

Guna mengetahui fungsi pendengaran pada anak, ia menyarankan orang tua untuk melakukan skrining di rumah sakit pada usia anak 3 bulan.

Baca juga: Dokter tekankan pentingnya mengendalikan faktor risiko osteoporosis

Baca juga: Dokter: Rehabilitasi kanker bertujuan kembalikan fungsi fisik pasien


Jika terdapat gangguan pendengaran, habilitasi dapat sesegera mungkin dilakukan pada usia 6 bulan. Namun jika habilitasi terlambat dilakukan maka berpotensi besar anak tidak mampu berkomunikasi.

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa penanganan pada anak yang mengalami gangguan pendengaran akibat gangguan saraf dapat direhabilitasi dengan menggunakan alat bantu dengar konvensional maupun implan koklea.

Pemasangan implan koklea hanya bisa digunakan jika pasien yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural dengan derajat yang berat atau sangat berat dan tidak mendapatkan manfaat dari pemberian alan bantu dengar yang konvensional.

“Biasanya kita lakukan dulu trial dengan alat bantu konvensional. Kalau misalnya tidak ada benefit, tidak ada perbaikan ataupun tidak ada manfaat yang didapatkan dari pasien maka kita bisa sarankan untuk melakukan implantasi koklea,” jelas Rangga.

Kendati demikian, tidak semua penderita gangguan pendengaran dapat dipasang implan koklea karena pasien harus melewati proses kandidasi. Dokter akan menganalisa aspek radiologi dan aspek anatomi pada pasien terlebih dahulu sebelum memasang implan.

“Misalnya pada pasien anak dengan kelainan kongenital atau kelainan saraf bawaan yang menyebabkan misalnya kokleanya tidak terbentuk atau misalnya tidak ada saraf penyambung antara koklea dengan otaknya, pemasangan implan koklea menjadi lebih sulit atau tidak memungkinkan,” tuturnya.

Baca juga: Saran dokter segera buat gigi tiruan meski hanya kehilangan satu gigi

Baca juga: Dokter: Nutrisi dan aktivitas fisik kunci utama cegah osteoporosis

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022