Jakarta (ANTARA News) - Dalam konvensi PBB Hak Anak menyebutkan bahwa anak tidak bisa disalahgunakan untuk kepentingan politis sehingga wajar saja jika Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak Australia mengembalikan Annike Wanggai (4 tahun) kepada keluarga dan ibunya. "Oleh karena Annike ini masih anak-anak maka isunya jadi berbeda dan penting. Jadi patut saja jika Komnas PA mendesak Australia mengembalikan Annike ke pangkuan ibu dan keluarganya," kata Muhammad Joni, dari Komnas Perlindungan Anak kepada ANTARA di Jakarta, Kamis. Dikatakannya, dalam situasi apapun anak adalah zona damai yang tidak bisa dipolitisasikan, bahkan dalam situasi konflik sekalipun, bahwa anak itu merupakan bagian yang perlu mendapatkan perlindungan. "Oleh karenanya, dalam situasi seperti ini bila Australia tidak mengembalikan Annike Wanggai maka negara tersebut telah mencederai hak anak Indonesia," katanya. Sedangkan Pemerintah Indonesia punya kewajiban untuk mewujudkan agar Annike bisa kembali ke ibunya dan keluarganya. Selanjutnya, kata Joni, Pemerintah atau Departemen Sosial, mestilah membuat intervensi rehabilitasi dan pelayanan sosial pasca "perjalanan" tidak biasanya ke Australia. Oleh karena itu, pihak Komnas PA sangat mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengupayakan pengembalian Annike Wanggai. Dalam kasus ini, Presiden Yudhoyono telah memerintahkan Menlu Hassan Wirajuda untuk menggunakan jalur-jalur diplomatik guna mengembalikan Annike Wanggai dari Australia. "Presiden memerintahkan Menlu melalui berbagai jalur diplomatik untuk mengembalikan Annike Wanggai kekeluarganya," kata Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto kepada pers di Kantor Kepresidenan Rabu malam (19/4). Sutanto dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Swasono mendampingi Presiden menerima keluarga besar Wanggai. Sementara itu paman Siti Pandera yang bernama Marvin mengatakan kepada pers bahwa keluarga besar Wanggai telah menyerahkan sepenuhnya masalah pengembalian Annike kepada pemerintah Indonesia. "Kami telah melepaskan (menyerahkan) masalah ini kepada pemerintah," kata Marvin.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006