Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) merekomendasikan Badan POM mewajibkan setiap industri farmasi atau herbal melakukan pemeriksaan mandiri secara berkala terhadap produknya termasuk pelarut yang digunakan.
"Dan juga melakukan pemeriksaan mandiri secara berkala pada produk jadinya," kata Ketua Umum PDPOTJI Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si dalam webinar "Kupas Sisi Ilmiah, Keamanan & Khasiat dari Ramuan Herbal Tradisional/Jamu untuk Anak & Dewasa", Minggu.
Pemeriksaan mandiri secara berkala harus sesuai standar pemeriksaan yang ditetapkan Badan POM guna mendeteksi ada tidaknya cemaran Dietilena glikol dalam produk obat sirup.
Baca juga: Guru Besar UI: Tanaman herbal berpotensi jadi obat terapi COVID-19
Rekomendasi serupa juga sudah diberikan Badan POM di Pakistan berkaca pada kasus gagal ginjal akut di Gambia, Afrika Barat dan Indonesia. Hasil pemeriksaan mandiri ini nantinya harus dilaporkan pada Badan POM negara itu.
"Membuat peringatan pada setiap industri, masyarakat dan tenaga kesehatan. Jadi, negara lain saja yang belum dilaporkan kasus gagal ginjal akut sudah melakukan langkah-langkah antisipatif," ujar Inggrid.
Kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia mencapai 269 kasus pada 26 Oktober 2022. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mendokumentasikan ini sebagai epidemi keracunan, seperti halnya yang terjadi di Gambia.
Kementerian Kesehatan menduga ada indikasi mengarah ke intoksikasi akibat adanya zat toksik cemaran dari pelarut yang selama ini digunakan untuk melarutkan atau menstabilkan cairan obat dalam bentuk sirop.
"Walaupun ada banyak faktor yang kemungkinan terlibat dalam terjadi kasus ini sebab-sebab multifaktorial misalnya infeksi virus atau bakteri. Kita tunggu saja pemerintah menetapkan atau hasil investigasinya bisa confirmed, sebetulnya faktor terbesarnya dari mana," jelas Inggrid.
Inggrid menyarankan Pemerintah atau Kementerian Kesehatan memberikan alternatif misalnya pemberian obat puyer atau obat yang masuk melalui anus yang bisa diberikan dokter pada pasien anak. Namun, dia mengingatkan tidak semua obat dapat dijadikan puyer.
"Misalnya Paracetamol digerus lalu dijadikan puyer kemudian diminumkan kepada anak-anak, rasanya pahit walau ditambah dengan gula," kata dia.
Dia juga mengingatkan bahwa tidak semua obat dapat dicampur semisal Paracetamol dengan obat konvensional antitusif atau decongestant yang dikenal sebagai pereda refleks batuk dan pelega pernapasan.
Inilah yang kemudian mendorong PDPOTJI mengeluarkan rekomendasi herbal yang aman untuk anak sebagai alternatif penurun demam dan pereda batuk pilek. Ramuan herbal ini, menurut Inggrid, memiliki rasa yang tergolong enak, murah dan mudah didapatkan dari sisi bahan.
(https://www.antaranews.com/berita/3192525/resep-ramuan-penurun-demam-dan-pereda-batuk-pilek)
Dia mengatakan, tata laksana anak yang mengalami demam dan atau batuk pilek, yakni seminimal mungkin memberikan farmakoterapi atau obat-obatan. Pengobatan harus mengutamakan pemberian cairan cukup, nutrisi bergizi seimbang, istirahat yang cukup, bisa juga ditambah kompres air hangat dan pemakaian pakaian tipis.
Baca juga: Resep ramuan penurun demam dan pereda batuk pilek
Baca juga: Teh Bokashi Jati Cina dari Bali siap tembus pasar nasional dan ekspor
Baca juga: Simak berbagai manfaat habbatusauda bagi kesehatan tubuh
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022