... saat ini sudah ramai isu calon presiden. Hindari politik identitas

Jakarta (ANTARA) - Sumpah Pemuda lahir dari tekad pemuda dan pemudi bangsa untuk menyatukan diri di bawah panji Indonesia. Kala itu, fondasi kokoh yang menjadi tempat bagi pemuda dan pemudi berpijak adalah semangat nasionalisme dan persatuan.

Bertempat di kediaman Sie Kong Lian, seorang pemuda keturunan Tionghoa, kongres pemuda digelar sebanyak dua kali.

Eko Septian Saputra, kurator di Museum Sumpah Pemuda, mengisahkan dengan semangat yang membara bahwa pemuda dan pemudi yang menjadikan rumah indekos milik Sie Kong Lian sebagai basecamp hanya menginginkan satu hal, yakni bagaimana identitas pemuda saat itu adalah identitas Indonesia.

Bukan lagi warna kedaerahan, bukan lagi jalan dari ideologi masing-masing, melainkan bagaimana cita-cita berupa kemerdekaan Indonesia itu bisa dicapai.

Saat itu, tutur Eko melanjutkan, bara nasionalisme benar-benar hidup di dalam sanubari anak muda Indonesia. Alhasil, Kongres Pemuda II pun berbuah manis.

Ketua Kongres Pemuda II Soegondo Djojopoespito membacakan ikrar yang kini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Peristiwa ini berhasil menyatukan para pemuda agar tak terpecah-pecah, yang pada akhirnya berhasil mengantarkan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.

Eko mengatakan bahwa penting bagi pemuda sekarang untuk merawat ingatan mengenai Indonesia yang pernah terpecah-belah dan memiliki ideologi masing-masing.

Namun, ketika para pemuda bersatu, mereka berhasil merebut kemerdekaan yang saat ini dinikmati oleh generasi penerus mereka.

Lembaran demi lembaran kalender berganti. Kini, setelah 94 tahun sejak Sumpah Pemuda dikumandangkan, fondasi nasionalisme dan persatuan yang dahulu menjadi tempat berpijak para pemuda dan pemudi justru terkikis oleh berbagai faktor.

Salah satu faktornya tak jauh dari fenomena politik identitas. Fenomena ini mulai mencuat sejak pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang berlangsung selama kurang lebih 5 tahun terakhir.

Tenaga Ahli Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia Daryanto mengungkapkan bahwa politik identitas merupakan salah satu dari empat tantangan kerawanan menjelang Pemilihan Umum 2024.

Lantas, seberapa penting komitmen persatuan dan nasionalisme pemuda-pemudi bangsa guna menjaga stabilitas Indonesia menjelang Pemilu 2024?

Politik Identitas
Politik identitas merupakan salah satu kerawanan yang dihadapi oleh para penyelenggara pemilu. Kerawanan lainnya adalah politik uang, netralitas ASN, TNI, dan Polri, serta kualitas data pemilih yang harus diperbaiki.

Politik identitas memiliki dampak berkelanjutan yang, bahkan, bisa memicu kekerasan antarsuku, ras, agama, dan antargolongan, terlebih oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.

Pangkal terburuk dari politik identitas adalah polarisasi, keterbelahan, hingga segregasi masyarakat, baik secara sosial maupun politik. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan perpecahan di dalam bangsa Indonesia dan terganggunya stabilitas nasional.

Guna mencegah keterpecahan, pemuda memiliki peran yang sangat signifikan. Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia August Mellaz, pada Pemilu 2024, pemilih usia muda akan menjadi lapisan dominan.

Sekitar 60 persen pemilih berada di rentang usia 17-40 tahun. Otomatis, suara yang datang dari generasi muda akan menarik bagi para peserta pemilu.

Mereka yang berkompetisi akan melakukan berbagai manuver untuk menarik suara generasi muda, seperti mengirimkan hadiah-hadiah manis pascainteraksi dengan pengikut di Twitter, hingga mengundang artis dari Negeri Gingseng untuk meramaikan rapat kerja nasional (rakernas).

Oleh karena itu, penting untuk menjaga semangat persatuan agar berbagai manuver politik yang kini ramai menargetkan generasi muda tak lantas menimbulkan perselisihan, apalagi bila terdapat manuver yang menjurus ke politik identitas.

Komitmen persatuan
Ketika memberikan kuliah umum di Universitas Jember dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengingatkan kepada para mahasiswa untuk menjaga persatuan.

Ia meminta para mahasiswa tetap menjaga toleransi, pluralisme, serta menghindari politik identitas.

“Apalagi, saat ini sudah ramai isu calon presiden. Hindari politik identitas,” ucap Mahfud kepada para mahasiswa.

Dalam peristiwa Sumpah Pemuda, persatuan di antara pemuda dari berbagai daerah di Indonesia mengalahkan primordialisme berbasis kedaerahan.

Kesediaan para pemuda mengakui satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa menjadi modal kuat menuju kemerdekaan. Padahal, Indonesia terdiri atas lebih dari 1.300 suku dan 200 bahasa yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau.

Semangat persatuan inilah yang harus dijaga dalam wujud komitmen. Guna menjaga persatuan, Mahfud meminta kepada para pemuda untuk turut mencegah hoaks dan radikalisme.

Keterlibatan pemuda dalam memberikan edukasi kepada lingkungan di sekitarnya, terlebih mengenai pencegahan hoaks, akan sangat berkontribusi dalam menjaga semangat persatuan bangsa dan mencegah munculnya gesekan sosial akibat narasi-narasi bernuansa politik identitas di media sosial.

Esensi dari perayaan Hari Sumpah Pemuda adalah mengingatkan kembali kepada bangsa, khususnya kepada generasi muda, betapa kuatnya persatuan pemuda dalam memperjuangkan masa depan Indonesia.

Dengan demikian, dalam upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, pada 28 Oktober 2022, perwakilan pemuda menyerukan manifesto Sumpah Pemuda Ke-94.

Kami, putra dan putri Indonesia berkomitmen menjaga persatuan dan keberagaman guna harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kami, putra dan putri Indonesia berkomitmen mendorong pemerataan akses dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kami, putra dan putri Indonesia berkomitmen meningkatkan pemberdayaan ekonomi kreatif pemuda untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Kami, putra dan putri Indonesia berkomitmen berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam secara berkelanjutan.

Kami, putra dan putri Indonesia berkomitmen adaptif dan kolaboratif dalam menghadapi tantangan kebangsaan dan perubahan dunia.


Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022