Jakarta (ANTARA) - Hidangan sate pada umumnya dilumuri dengan bumbu kacang yang kental atau bumbu kecap ditambah dengan potongan cabai rawit dan bawang merah.
Sate kerap dipadukan dengan sepiring nasi putih panas ditambah semangkuk sop iga dengan kuah segar yang rasanya harmonis dengan bumbu kacang.
Tapi bagaimana bila sate dan kuah disatukan dalam piring yang sama? Bang Anek membawa cita rasa kampung halamannya ke ibu kota dan memperkenalkan Sate Kuah Pontianak di Jakarta sejak 2010.
Tak lama sebelum membuka bisnis sate kuah, Bang Anek mempelajari cara membuatnya dari penjual lain sebelum akhirnya mempraktikannya langsung di daerah Sunter dan Jakarta Pusat.
Penyajiannya juga terbilang unik. Pertama, Bang Anek memotong-motong ketupat dan timun yang diiris menyamping, menaruhnya dalam centong sayur besar, lalu merendamnya dalam kuah kaldu.
Proses itu membuat gurihnya kaldu akan meresap ke dalam ketupat, menambah kelezatan setiap gigitan. Setelah direndam sebentar, kuahnya ditiriskan dan timun serta ketupat diletakkan di piring.
Terdapat dua pilihan sate, sate ayam dan sate sapi dari daging has dalam yang dibakar setelah dimarinasi empat jam dengan bumbu rempah khas Melayu.
Apa saja rempahnya? Tentunya itu rahasia dapur Bang Anek, tapi dia mengungkapkan satu bumbu yang paling dominan: ketumbar.
"Kalau sate madura apinya keluar, ini cuma hawa panas dari bara. Pembakaran dua kali proses, satu setengah matang, baru setelah itu matang," jelas dia di pembukaan Festival Jajanan Bango, Senayan, Jakarta, Jumat (28/10).
Di atas piring berisi ketupat, timun dan sate, Bang Anek menuangkan bumbu kacang dan menambah pugasan berupa bawang goreng, daun bawang, kecap, dan jeruk kasturi. Bagian pinggir piring lalu dituangi kuah gurih yang memang cocok dipadukan dengan ketupat.
Menurut Bang Anek, sebetulnya ketupat dan kuah kaldu dalam hidangannya merupakan "pemeran utama".
"Ketupat dan kuahnya beneran enak, sate itu plusnya. Enggak pakai sate juga enak," dia mengklaim.
Di Pontianak, sate kuah yang asyik dinikmati bersama es jeruk songkit ini biasa disantap untuk sarapan, tetapi di Jakarta hidangan buatannya lebih laku dinikmati pada malam hari.
Baca juga: Mencicipi sate buaya hingga "fish therapy" di Pattaya Floating Market
Baca juga: KBRI Den Haag promosikan ragam kuliner khas Indonesia
Baca juga: Lembut gurih sate domba Afrika yang disantap dengan pisang goreng
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022