New York (ANTARA) - Yen jatuh lebih dari satu persen terhadap dolar pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah bank sentral Jepang (BoJ) melawan tren di antara bank sentral utama lainnya dan terjebak dengan suku bunga yang sangat rendah, sementara greenback menguat setelah data AS menunjukkan inflasi masih panas.
Greenback berada di bawah tekanan minggu ini menjelang pertemuan penetapan kebijakan 1-2 November oleh Federal Reserve. Bank sentral diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin untuk keempat kalinya berturut-turut sebelum "berputar" ke laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat, yang telah mulai diperkirakan pasar.
"Intinya adalah jika The Fed tidak berputar ke arah sikap yang lebih berwawasan ke depan, hasilnya akan menjadi kebijakan moneter yang lebih ketat daripada yang diperlukan," kata Admir Kolaj, ekonom di TD Securities.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,15 persen menjadi 110,75. Namun, indeks dolar berada di jalur untuk penurunan mingguan sekitar 1,0 persen.
Spekulasi tentang waktu perubahan arah Fed telah melemahkan dolar, namun greenback masih menguat terhadap yen setelah Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan Jepang sama sekali tidak menaikkan suku bunga, dengan inflasi di negara itu kemungkinan akan gagal mencapai target 2,0 persen selama beberapa tahun mendatang.
Yen turun sebanyak 1,07 persen setelah keputusan BoJ. Pada pukul 15.00 waktu setempat (19.00 GMT), mata uang Jepang turun 0,83 persen pada 147,5. Untuk minggu ini, yen turun sekitar 0,17 persen.
Kuroda menepis pandangan bahwa batas imbal hasil BoJ yang harus disalahkan atas penurunan tajam baru-baru ini dalam yen, memperkuat pandangan bahwa bank sentral tidak akan menggunakan kenaikan suku bunga untuk menopang mata uang.
"BoJ masih memegang tongkat estafet sebagai bank sentral G7 yang paling akomodatif," kata Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management. "Itu membuat dolar/yen sangat bergantung pada tren dolar luas yang, pada gilirannya, mencerminkan pergerakan pendapatan tetap AS."
Sterling naik terhadap dolar, menambah keuntungan awal pekan ini menyusul penunjukan Rishi Sunak sebagai perdana menteri ketiga Inggris dalam dua bulan. Pound naik 0,39 persen pada 1,1609 dolar, di jalur untuk kenaikan mingguan sekitar 2,65 persen.
Euro merosot 0,1 persen menjadi 0,9955 dolar, menambah penurunan lebih dari 1,0 persen pada Kamis (27/10/2022) setelah Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, seperti yang diperkirakan, tetapi mengambil nada yang lebih dovish pada prospek suku bunganya. Untuk minggu ini, euro naik sekitar 0,93 persen.
Mata uang bersama agak didukung oleh data Jerman, yang menunjukkan bahwa ekonomi terbesar Eropa secara tak terduga menghindari resesi pada kuartal ketiga, sementara inflasi, didorong oleh kebuntuan energi yang menyakitkan dengan Rusia, secara mengejutkan naik.
Data AS pada Kamis (27/10/2022) menunjukkan bahwa belanja konsumen naik lebih dari yang diharapkan pada September sementara tekanan inflasi yang mendasari terus menggelembung, menjaga The Fed di jalur untuk menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin minggu depan.
"Data yang datang minggu ini memberi Ketua Fed Jerome Powell banyak pujian karena dia bersikeras tentang ekonomi yang cukup kuat untuk menahan kenaikan (suku bunga)," kata Juan Perez, direktur perdagangan di Monex USA.
"Perekonomian yang kuat mengarah pada kepercayaan pada ekonomi tetapi inflasi harus diperangi dengan suku bunga tinggi, yang hanya membuat dolar lebih kuat," katanya.
ECB yang lebih dovish dan kenaikan suku bunga bank sentral Kanada yang lebih kecil dari perkiraan minggu ini membantu mendorong ekspektasi perputaran arah Fed. Dolar juga menguat terhadap franc Swiss dan dolar Australia.
Baca juga: Jepang sebut Yellen hormati keputusan tak ungkap intervensi valas
Baca juga: Menkeu Suzuki: Jepang terus berhubungan dengan AS di pasar uang
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022