Palu (ANTARA) -
"Harus diselesaikan dengan persuasif antara warga dan pihak perusahaan serta pemerintah provinsi agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Ketua Komnas HAM Sulteng Dedy Askari di Kota Palu, Jumat.
Ia menjelaskan lembaganya bersama pemerintah daerah setempat dan PT CPM telah melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan dan upaya penyelesaian konflik dengan masyarakat adat Kelurahan Poboya.
"Terkait dengan pemenuhan hak atas kesejahteraan masyarakat, pada tanggal 28 September 2022 telah dilakukan pertemuan dan tanggal 22 Oktober 2022 ada penutupan jalan sehingga kami meminta kepada masyarakat untuk membuka blokade," terangnya.
Menurut Dedi, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai permintaan Gubernur Sulawesi Tengah kepada pihak perusahaan agar lahan pertambangan seluas 25 hektare dijadikan lokasi tambang rakyat.
Namun, berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat, terhitung tanggal 28 September 2022 pihak PT CPM memberikan material sebanyak 10 dam truk setiap hari.
"Kesepakatannya adalah pihak perusahaan memberikan material yang ditunjuk langsung oleh masyarakat, namun sejak tanggal 22 Oktober 2022 ada keluhan dan terjadi penutupan jalan," cerita Dedi.
Sementara itu, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng Ridha Saleh menambahkan penutupan jalan yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan kualitas material yang diberikan oleh pihak perusahaan.
"Masyarakat sendiri yang menunjuk material dan sudah diberikan perusahaan, alasan lagi material itu tidak cocok untuk masuk pengolahan tromol," sebut Ridha.
Menurut Ridha, pemerintah saat ini telah mengupayakan pembukaan tambang rakyat sesuai dengan keinginan yang diajukan masyarakat.
"Saat in dalam masa transisi menuju penataan yang permanen sehingga kami harap masyarakat bersabar karena yang akan dipikirkan ke depan juga adalah pengelolaan 25 hektare itu dan teknis lainnya," jelas Ridha.
Pewarta: Muhammad Izfaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022