jika tujuannya menyatukan dunia, seharusnya pendekatan yang ditekankan adalah pendekatan yang lebih multikultural dan lebih toleran terhadap nilai-nilai lokal
Menafikan pemahaman antarbudaya
Kritik terhadap Qatar malah menguatkan ada kecemburuan dan prasangka terhadap negara-negara non Barat yang menjadi tuan rumah turnamen global olah raga. Beberapa waktu lalu China juga menjadi sorotan dalam kaitannya dengan Olimpiade Musim Dingin 2022.
Di satu sisi kritik itu sering merupakan "pemaksaan" cara pandang dan nilai yang diyakini satu kawasan terhadap kawasan lainnya, khususnya cara pandang Barat terhadap sistem-sistem nilai yang berlainan dengan mereka.
Akibatnya, usaha mempromosikan dan memaksakan standar dan nilai-nilai yang berlaku di Barat terhadap budaya lain itu membuat upaya membangun jembatan untuk pemahaman antarbudaya dan antar-nilai menjadi tidak penting atau dikesampingkan.
Tekanan yang terjadi pada Qatar itu menciptakan paradoks dalam mana pemaksaan cara pandang yang Barat-sentris terhadap isu-isu lokal malah bisa menciptakan kesalahpahaman antar budaya yang lebih luas di seluruh dunia.
Padahal jika tujuannya menyatukan dunia, seharusnya pendekatan yang ditekankan adalah pendekatan yang lebih multikultural dan lebih toleran terhadap nilai-nilai domestik dan lokalitas.
Belum lagi kaitannya dengan kepentingan olah raga dan sepak bola yang justru satu dari sedikit area sosial yang bisa membahagikan manusia secara universal dan bahkan bisa mempersatukan dunia, walau hanya sesaat, hanya satu bulan.
Tak ada negara yang kondisinya paripurna sehingga tak memerlukan kritik, termasuk Qatar. Tetapi berlama-lama dalam kontroversi untuk sebuah turnamen olah raga yang disambut luas hampir seisi dunia, juga tak baik.
Baca juga: Amnesti Internasional: Qatar belum penuhi janji lindungi pekerja migran
Baca juga: Demi Piala Dunia 2022, Qatar perbanyak buruh migran
Selanjutnya: Fokus saja kepada sepak bola
Copyright © ANTARA 2022