tidak ada jalan lain kecuali kedua belah pihak harus duduk bersama dan membuang jauh ego masing-masing.

Padang (ANTARA) - Sudah sekitar 1,5 tahun ruangan sisi kanan di lantai II Balai Kota Padang di Air Pacah Kota Padang, Sumatera Barat, tanpa penghuni.

Sebelumnya, ruangan tersebut merupakan tempat berkantor Wali Kota Padang Mahyeldi. Namun, sejak 25 Februari 2021, setelah ia resmi dilantik menjadi Gubernur Sumbar, ruangan itu kosong.

Usai Mahyeldi dilantik sebagai Gubernur Sumbar, kursi Wali Kota Padang secara otomatis diisi oleh Wakil Wali Kota Hendri Septa yang berasal dari PAN.

Hendri pun resmi dilantik oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi menjadi orang nomor satu di Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat itu. Jika sebelumnya mereka berpasangan dalam memimpin Padang, kini mereka sama-sama menjadi kepala daerah satu di provinsi dan satu di kota.

Sejak dilantiknya Hendri Septa sebagai Wali Kota Padang sisa masa jabatan 2019-2024 pada 7 April 2021, sudah 18 bulan atau 540 hari warga Padang tak memiliki Wakil Wali Kota.

Mengacu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pada Pasal 176 dinyatakan, ketika wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, maka pengisian jabatan dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD setempat berdasarkan usulan partai politik atau gabungan partai politik pengusung.

Dalam hal ini partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan dua calon untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD.

Karena pasangan Mahyeldi-Hendri Septa pada Pilkada Padang 2018 diusung oleh PKS dan PAN maka untuk pengisian kursi Wakil Wali Kota diusulkan kembali oleh partai tersebut.

Pada awalnya PKS mengusulkan dan mengirim enam nama ke DPP PKS untuk dipilih sebagai calon Wakil Wali Kota Padang setelah dilantiknya Mahyeldi sebagai Gubernur Sumbar 2021-2024.

Enam nama yang dikirimkan tersebut, yaitu Irsyad Syafar, Muharlion, Rahmat Saleh, Muhidi, Mulyadi Muslim, dan Irfan Aulia.

Akhirnya dari enam nama tersebut mengerucut menjadi dua nama, yaitu Muharlion dan Mulyadi Muslim yang telah mendapatkan persetujuan dari DPP PKS, DPW PKS Sumbar dan DPD PKS Kota Padang.

Mulyadi Muslim merupakan tokoh masyarakat dengan sejumlah pengalaman, mulai dari Sekretaris MUI Kota Padang, Sekum IPSI kota Padang, dan menjadi tangan kanan Mahyeldi saat menjabat Wali Kota Padang membangun kerja sama dengan negara Timur Tengah.

Sementara itu Muharlion, merupakan politikus PKS yang sudah malang melintang memperjuangkan masyarakat dan saat ini dipercaya sebagai Ketua DPD PKS Kota Padang.

Muharlion menjabat sebagai anggota DPRD Padang sejak 2009 atau tiga periode hingga saat ini.

Agaknya PKS ingin memasang skenario dua nama yang diusulkan ke DPRD Padang, agar saat dilakukan pemilihan, siapa pun yang terpilih merupakan kader partai itu.

Pada sisi lain, PAN sebagai partai pengusung, awalnya juga mengusulkan dua kadernya sebagai calon Wakil Wali Kota Padang yaitu Amril Amin dan Ekos Albar.

Amril Amin merupakan anggota DPRD dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Padang, sementara Ekos merupakan politikus PAN yang pernah menjadi caleg DPR RI.

Akhirnya dari dua nama tersebut DPP PAN menetapkan satu nama, yaitu Ekos Albar sebagai calon Wakil Wali Kota Padang.

Artinya ada tiga nama yang diusulkan oleh partai pengusung yaitu dari PKS Muharlion dan Mulyadi Muslim dan dari PAN adalah Ekos Albar. Sementara itu, berdasarkan aturan mensyaratkan hanya dua nama yang dapat diajukan.

Melihat peta ini, pada satu sisi PAN memang secara aturan punya kewenangan untuk mengusulkan nama karena dalam UU No 10 2016 secara gamblang dinyatakan partai pengusung berhak mengusulkan dua nama.

Karena ada dua partai pengusung maka secara logika masing-masing partai berhak mengusulkan satu nama.

Akhirnya terjadi tarik ulur dengan dinamika yang cukup tinggi dari kedua partai tersebut hingga saat ini untuk menetapkan dua nama yang akan diusulkan ke DPRD.

Bahkan Presiden PKS Ahmad Syaikhu pernah menyampaikan agar PAN legawa untuk menyerahkan kursi Wakil Wali Kota Padang kepada kader PKS karena saat ini Wali Kota sudah dijabat oleh kader PAN.

Alasannya kedua partai membangun koalisi kebersamaan dan jika ingin terjaga dengan baik dan berkelanjutan maka PAN harus legawa memberikan kursi wawako kepada PKS.

Ketika itu, Syaikhu menyayangkan PAN yang tetap ingin mencalonkan juga kadernya sehingga pengisian kursi Wawako Padang menjadi pasar bebas dan penuh pertarungan.

Karena belum ada titik temu dari kedua partai, proses pengusulan nama menjadi panjang dan berlarut-larut. Padahal jika diibaratkan, wali kota dan wakil wali kota adalah suami istri, maka biasanya seorang suami tidak akan tahan lama-lama ditinggal istri.

Akibat kedua partai belum menemui titik kesepakatan, pada Oktober 2022 PKS mengerucutkan dua nama yang sebelumnya ditetapkan menjadi satu nama dan diganti dengan nama baru.

PKS memutuskan untuk mengusung Hendri Susanto, politisi yang pernah menjabat anggota DPRD Kabupaten Sijunjung, Sumbar, dan pernah menjadi calon Bupati Sijunjung pada Pilkada 2020 sebagai calon Wakil Wali Kota Padang.


Duduk bersama

Melihat dinamika kedua partai tersebut, tidak ada jalan lain kecuali kedua belah pihak harus duduk bersama dan membuang jauh ego masing-masing.

Dengan demikian kedua partai bisa mencapai kata sepakat untuk mengusulkan dua nama yang ditandatangani bersama untuk kemudian diteruskan ke DPRD Padang guna dilakukan pemilihan.

Apalagi masa jabatan kursi Wakil Wali Kota Padang yang kosong secara aturan baru akan berakhir pada 13 Mei 2024 atau tersisa waktu saat sekitar 19 bulan lagi.

Jika ada yang menilai PAN sengaja mengulur waktu agar Hendri Septa bisa memimpin Kota Padang sendiri hingga akhir masa jabatan karena khawatir jika ada wakil akan terjadi konflik kepentingan, itu kurang relevan.

Sebab, untuk membangun Kota Padang dengan 900 ribu penduduk butuh tim yang kuat dan sesuai amanat undang-undang, kepala daerah merupakan pasangan yang terdiri atas wali kota dan wakil wali kota.

Selain itu jika Hendri juga khawatir tidak ada kecocokan dengan wakil yang baru maka bisa diantisipasi di awal lewat pembicaraan kedua partai.

Artinya Hendri bisa saja mengusulkan kandidat yang menurutnya cocok dan pas bekerja sama untuk kemudian partai mengusulkan nama itu guna dipilih di DPRD.

Belum lagi jika seandainya wali kota berhalangan dalam menjalankan tugas namun tidak ada wakil yang bisa menggantikan, tentu ini menjadi persoalan baru yaitu terjadinya kekosongan tampuk pemerintah kota.

Apalagi mengurus kota dengan APBD mencapai Rp2,8 triliun pada 2022 butuh kerja sama dan tim yang kuat mulai dari kepala daerah hingga organisasi perangkat daerah.

Lagi pula jika Wali Kota Padang masih sendiri dan ada hal-hal krusial yang menjadi sorotan seputar persoalan kota tentu akan menanggung beban sendiri dan menjadi sorotan warga.

Apalagi, dalam dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur dalam APBD ada anggaran dinas jabatan wakil wali kota namun tidak terpakai karena terjadi kekosongan.

Artinya undang-undang administrasi pemerintahan tegas mengatur penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada asas legalitas, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Agar penyelenggaraan pemerintah berjalan lebih baik, pelaksanaan pembangunan berjalan lebih optimal mustahil dilakukan sendiri oleh wali kota tanpa ada dukungan wakil wali kota.

Oleh sebab itu, semua pihak harus mengedepankan kepentingan warga Padang yang lebih besar, ketimbang kemanfaatan politik sesaat yang berujung merugikan hak orang banyak selaku warga kota guna mengisi kembali kursi Wakil Wali Kota Padang yang kosong.

Sudah terlalu lama posisi Wakil Wali Kota Padang kosong. Demi kepentingan masyarakat yang lebih besar, saatnya kedua partai menyisihkan ego masing-masing.


Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2022