Sepanjang sejarah konsumsi rumah tangga di Indonesia rata-rata mampu tumbuh 4-5 persen secara konsisten
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Senior dan Ekonom Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero optimistis Indonesia tidak akan masuk ke dalam jurang resesi pada 2023 karena memiliki fondasi ekonomi yang kuat.
"Saya berani mengatakan ketika orang berkata akan terjadi resesi global, Indonesia mungkin ada pelambatan, tapi saya cukup besar punya keyakinan bahwa Indonesia tidak sampai masuk ke dalam resesi," katanya dalam diskusi The Indonesian Institute di Jakarta, Kamis.
Poltak mengatakan kekuatan fondasi ekonomi ini salah satunya terletak dari sisi konsumsi rumah tangga yang mampu meliputi 51 persen dari total ekonomi Indonesia.
Ia menjelaskan sepanjang sejarah konsumsi rumah tangga di Indonesia rata-rata mampu tumbuh 4-5 persen secara konsisten.
Menurut Poltak, jika setengah dari ekonomi saja tumbuh 4-5 persen, maka sebenarnya pertumbuhan ekonomi sebesar dua persen itu sudah pasti mampu diraih Indonesia.
Belum lagi, didukung oleh komponen lain seperti belanja pemerintah yang tidak mungkin negatif serta komponen investasi yang juga pasti positif.
"Investasi pasti positif meski foreign direct investment (FDI) negatif, tapi domestic direct investment-nya positif," ujar Poltak.
Sementara itu, Indonesia juga masih mempunyai komponen pendukung pertumbuhan lainnya yaitu ekspor dan impor yang jika Indonesia mengalami pelambatan, maka impor turun, namun ekspor tetap bisa mendukung.
"Kalaupun Indonesia mengalami pelambatan ekonomi, maka sebenarnya posisi perdagangan ekspor dikurangi impor itu masih kecenderungannya positif," tegasnya.
Poltak menuturkan hanya ada dua faktor yang bisa membuat Indonesia resesi yakni pertama adalah krisis 1998 ketika terjadi inflasi tinggi akibat fenomena El Nino, sehingga terdapat kekeringan cukup panjang yang menyebabkan harga beras naik tiga kali lipat.
Pada saat yang sama, Indonesia pada 1998 turut mempunyai masalah yaitu kualitas perbankan yang sangat buruk, sehingga membuat inflasi tidak terhingga dan daya beli masyarakat hancur.
Di sisi lain, seiring waktu kini perbankan di Indonesia lebih disiplin, lebih transparan dan memiliki kecukupan modalnya mulai kuat yaitu mencapai 24 persen yang jauh lebih kuat dibandingkan pada 1998 hanya empat persen.
Faktor kedua yang membuat Indonesia resesi adalah pandemi COVID-19 karena berdampak langsung terhadap konsumsi privat mengingat berkaitan dengan perdagangan UMKM yang pada saat itu harus terhenti.
Poltak mengatakan jika tidak muncul wabah atau pandemi baru dan dari sisi sektor keuangan terutama perbankan memiliki kekuatan, maka Indonesia tidak akan masuk ke resesi ekonomi.
"Rasanya kecil pada 2023 mendatang akan ada pandemi dalam bentuk baru. Dari sisi sektor keuangan terutama perbankan yang kuat dan konsumsi rumah tangga rasanya dua persen (pertumbuhan ekonomi) saja sudah di tangan, jadi Indonesia tidak akan masuk ke resesi," jelasnya.
Baca juga: Ekonom sebut perlu hati-hati dalam tentukan kebijakan fiskal di 2023
Baca juga: BNI jaga likuiditas di tengah ancaman resesi global
Baca juga: Hipmi optimistis RI tidak terdampak krisis global 2023
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022