“Saran kami perluas definisi aset kripto sebagai aset digital yang bisa dibagi sebagai aset keuangan dan non keuangan. Kripto sebagai mata uang akan diatur oleh Bank Indonesia, dan sebagai mata uang investasi akan diatur di OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” katanya dalam media briefing daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Adapun saat ini di Indonesia kripto hanya dapat digunakan sebagai komoditas investasi yang perdagangannya diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Lembaga lain seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga bisa melakukan pengaturan untuk melindungi data pribadi pemegang kripto.
Definisi kripto perlu juga ditentukan dengan melihat pada perkembangan dunia, misalnya pada praktik di beberapa negara yang sudah menjadikan kripto sebagai mata uang.
Di samping itu, melalui RUU PPSK, Tirta berharap perdagangan aset kripto dapat didasarkan pada tingkat risiko pembelinya agar masyarakat tidak sekadar melakukan pembelian karena terpengaruh oleh influencer di media sosial.
Sementara itu, Ekonom dan Anggota SC IFSOC A. Prasetyantoko menyebut RUU PSK perlu menjaga independensi otoritas di sektor keuangan seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ia mencontohkan perlu dipertimbangkan lagi terkait perizinan orang yang berkaitan dengan partai politik tertentu untuk menjadi gubernur Bank Indonesia dan anggota dewan komisioner OJK.
“Pemilihan Dewan Komisioner OJK dan LPS, tadinya diinisiasi oleh pemerintah, tapi dalam RUU ini, dapat diinisiasi oleh DPR. Yang perlu dipertimbangkan, mekanisme apapun itu, tim yang membentuk dewan komisioner harus dipastikan memiliki independensi dan objektif mengusulkan nama calon,” ucapnya.
Baca juga: Ifsoc berharap pembahasan dan pengesahan RUU PPSK dipercepat
Baca juga: Komunitas Fintech dukung BEI fasilitasi perusahaan teknologi IPO
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022