Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan kalangan pengusaha barang kerajinan nasional agar mulai memikirkan aspek merek dagang internasional, karena hal itu menjadi salah satu kunci keunggulan perdagangan global. Saya sering bicara kepada para pengusaha kita. Kita biasa cuma menunggu pesanan dari luar negeri, begitu sampai di negara X, barang kerajinan kita diganti mereknya, sehingga nilai tambahnya menjadi jauh lebih tinggi. Ini sebaiknya dihentikan, katanya, saat membuka pameran Indonesian Handicraft 2006, di Balai Sidang, Jakarta, Rabu. Pameran internasional hingga 23 April itu diselenggarakan Dewan Kerajinan Nasional bekerja sama dengan Badan Pengembangan Ekspor Nasional, dan berbagai asosiasi produk kerajinan nasional.Pembukaan itu juga dihadiri Nyonya Kristiani Yudhoyono, Nyonya Mufidah Kalla, Menteri Perdagangan, Maria E Pangestu, dan sejumlah duta besar negara sahabat. Ratusan pengusaha besar, menengah, dan kecil memenuhi berbagai kios besar-kecil yang disediakan panitia. Tidak kurang, 20 perutusan negara sahabat dari lingkungan Asia, Eropa, dan benua Amerika juga membuka kiosnya. Yudhoyono menyatakan Saya mengimbau agar segeralah memakai dan mendaftarkan merek dagang ini karena bisa mempertinggi daya saing di pasar global. Mari kita pikirkan seelok-eloknya merek dagang yang kita inginkan ini. Masalah merek dagang ini, katanya, bukanlah masalah sederhana karena untuk menentukannya diperlukan tenaga, waktu, dan biaya yang tidak kecil. Namun begitu, katanya, Indonesia harus mulai berani mempunyai komitmen tinggi untuk memasarkan merek dagang produk kerajinan karena merek dagang menjadi kunci strategis keunggulan bisnis internasional. Kebiasaan kita hanya menunggu pesanan dari luar negeri yang mana barang pesanan itu kemudian diganti mereknya, harus diubah perlahan-lahan. Di Eropa ada produk kerajinan yang sebetulnya dihasilkan di Tanah Air namun kemudian tidak mencerminkan bahwa itu buatan kita, salah satunya karena merek dagang ini, katanya. Menyinggung potensi ekonomi produk kerajinan ini, Yudhoyono mengutip data statistik bahwa selama 2004 komoditas ekspor itu menyumbang 447 juta dolar AS. Sementara pada 2005, meningkat 4,06 persen menjadi 465 juta dolar AS. Ini belum termasuk produk kerajinan yang langsung dibawa para wisatawan mancanegara dalam bentuk oleh-oleh,? katanya. Sumbangan keuangan negara yang cukup menjanjikan itu, katanya, harus dilindungi apalagi pemerintah telah berketetapan menargetkan pertumbuhan ekonomi selama 2006 menjadi enam persen. Pada 2004, pertumbuhan ekonomi nasional itu sebanyak 5,1 persen dan 2005 bertambah 0,5 persen menjadi 5,6 persen dengan cadangan devisa sebanyak 41 miliar dolar AS. Menurut Yudhoyono, cadangan devisa sebanyak itu belum bisa disalurkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat jika sejumlah prasyarat tidak terpenuhi. Sementara itu, pengusaha nasional, Abdul Latief, yang turut hadir, menyatakan, Adalah kesalahan kita bersama jika merek dagang ini sampai `terenggut oleh negara-negara tetangga. Pemerintah seharusnya mendorong dan memperjuangkan masalah ini ke mancanegara. Malaysia, sejak beberapa tahun lalu gigih memperjuangkan batik di mata internasional sebagai identitas bangsanya; padahal secara kultur dan tradisional, Indonesia jauh lebih dahulu mengenal batik. Juga, disain dan jenis serta penggunaan batik lebih luas spektrumnya di Tanah Air ketimbang oleh masyarakat Malaysia. (*)
Copyright © ANTARA 2006